Di bagian terbawah kotak persembahan kedualah Lopez Lujan menemukan binatang yang dihias dengan teliti itu. Permukaan tubuhnya ditutupi kulit kerang dan sisa-sisa kepiting, ketam, dan siput—makhluk hidup yang dibawa ke lokasi ini dari Teluk Meksiko, serta dari Samudra Atlantik dan Samudra Pasifik. Dalam kosmologi Aztec, menurut Lopez Lujan, tampilan ini menyiratkan lapisan pertama alam baka, dan si anjing bertugas memandu roh tuannya menyeberangi sungai yang berbahaya.
!break!
Tetapi, roh manusia yang mana? Sejak penaklukan Meksiko pada tahun 1521 oleh Hernan Contes dari Spanyol, belum pernah ditemukan sisa-sisa jenazah raja Aztec. Meskipun demikian, catatan sejarah mengatakan bahwa tiga orang penguasa Aztec telah dikremasi dan abu mereka dikuburkan di kaki Templo Mayor. Ketika monolit Tlaltecuhtli ditemukan, Lopez Lujan mengamati bahwa dewi yang ditampilkan itu mencengkeram seekor kelinci, yang menampilkan sepuluh titik di atasnya, di kaki kanannya yang bercakar. Dalam sistem penulisan Aztec, 10-Kelinci adalah tahun 1502. Menurut catatan dari masa tersebut, pada tahun itu berlangsung pemakaman penguasa kerajaan yang paling ditakuti, Ahuitzolt, dengan upacara megah.
Lopez Lujan yakin bahwa tempat pemakaman Ahuitzolt berada di dekat tempat ditemukannya monolit. Jika dugaannya benar, Aristo-Canine mungkin pemandu terselubung menuju masyarakat mistik yang kita kenal sebagai bangsa Aztec, namun yang menyebut diri mereka sendiri sebagai bangsa Mexica, yang warisannya membentuk inti identitas bangsa Meksiko. Jika Lopez Lujan menemukan makam Ahuitzolt, temuan itu akan merupakan puncak dari pencarian luar biasa selama 32 tahun tentang kerajaan yang paling sarat misteri dan paling disalahtafsirkan di Belahan Dunia Barat.
"Masa lalu dapat ditemukan di masa kini di seluruh penjuru Meksiko," kata Lopez Lujan. Hal ini khususnya benar tentang Kerajaan Aztec, yang hampir seluruhnya terdapat di bawah jejak kaki bangsa yang modern.
Tidak seperti suku Maya, peradaban pra-Columbia lainnya di Mesoamerika, bangsa Aztec secara eksklusif diidentifikasikan dengan Meksiko, dan dewasa ini bangsa Meksiko bangga akan hubungan mereka dengan masa lalu Aztec. Di tengah bendera Meksiko tampak elang Aztec, yang juga tercantum pada logo kedua maskapai penerbangan nasional. Dikenal pula Banco Azteca dan TV Azteca, dan tim sepak bola nasional mengenakan seragam yang menampilkan burung elang dan memainkan pertandingan kandang di Estadio Azteca. Dan tentu saja Mexico City—pusat kegiatan seluruh negara—merupakan penghormatan secara tersirat terhadap negara-kota Tenochtitlan dan terhadap keperkasaan bangsa Aztec.
Namun, memandang bangsa Aztec hanya dari sudut pandang keperkasaannya saja sungguh menyesatkan. Pertama-tama, bangsa Aztec yang perkasa itu hanya sanggup mempertahankan kerajaan mereka—persekutuan tiga negara-kota Tenochtitlan, Texcoco, dan Tlacopan—selama kurang dari satu abad, sebelum akhirnya diporakporandakan oleh para penakluk dari Eropa.
Meskipun para penakluk itu menanamkan perasaan ketakutan dan kebencian di wilayah yang mereka taklukkan, dominasi mereka hanya berlangsung singkat. Mereka tidak membangun kuil dan menyebarkan tradisi budaya ke seluruh negeri seperti yang dilakukan bangsa Romawi purba atau suku Inca. Sebaliknya, bangsa Aztec berhasil mempertahankan sesuatu yang oleh para ilmuwan disebut "kerajaan murah," dan di wilayah ini, penduduk yang ditaklukkan diperbolehkan terus memimpin, asalkan mereka memberikan upeti.
Bangsa Aztec memilih untuk mengungkapkan kepiawaian mereka terutama di pusat kota Tenochtitlan. Namun, kota hebat itu dalam banyak hal ibarat museum yang menyimpan adat kebiasaan, berbagai citra, dan praktik spiritual yang dipinjam dari peradaban sebelumnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh ayah Lopez Lujan, ilmuwan Mesoamerika Lopez Austin, "Kesalahpahaman yang paling lazim adalah bahwa Aztec dianggap sebagai budaya yang benar-benar asli, padahal tidak."
Akan tetapi, gambaran kasar tentang bangsa Aztec yang haus darah adalah gambaran yang juga menyesatkan. Begitu menjijikkannya pernyataan bangsa Spanyol sang penakluk dalam menggambarkan sikap haus darah bangsa Mexica. Dikatakan bahwa 80.400 orang dibantai dalam satu kali upacara persembahan di kuil, jumlah yang sama dengan sebagian besar penduduk wilayah Meksiko Tengah. Akibatnya, beberapa kelompok masyarakat dewasa ini merasa benar jika menepiskan anggapan bahwa cerita tentang persembahan itu adalah rekayasa bangsa Eropa saja. Namun, pandangan ini juga berlebihan. Uji kimia selama 15 tahun terakhir terhadap permukaan berpori di seluruh Mexico City mengungkapkan "jejak darah ada di mana-mana," kata Lopez Lujan. "Ditemukan batu kurban, pisau kurban, jasad 127 kurban—kita tidak bisa menyangkal adanya persembahan berupa manusia."
Tetapi, dengan cepat dia menambahkan bahwa kita bisa menemukan persembahan berupa manusia di banyak tempat di masyarakat purba. Suku Maya dan beberapa masyarakat sebelum era Aztec juga melaksanakan adat kebiasaan ini. "Ini bukan menunjukkan keganasan suatu masyarakat, melainkan suatu zaman—atmosfer mirip perang ketika agama di masa itu menuntut agar manusia dipersembahkan untuk memulihkan kembali para dewa," begitu hasil pengamatan Lopez Austin.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR