Nationalgeographic.co.id—Belum reda dunia dari wabah COVID-19, tetapi penelitian terbaru memberikan kabar adanya kemungkinan wabah baru dari virus Zika. Telah lama virus Zika menghantui dunia, dan penelitian terbaru mengidentifikasi adanya kemampuan dari mutasi baru yang dapat menyerang manusia lebih ganas dan cepat.
Virus Zika dibawa oleh nyamuk yang umumnya gejalanya ringan pada orang dewasa. Tetapi dapat menginfeksi janin yang sedang berkembang yang mengakibatkan cacat lahir seperti mikrosefali (kepala kecil karena gangguan perkembangan otak).
Kerap kali virus Zika tumpang tindih dengan virus dengue (DBD) di beberapa negara. Keduanya adalah flavivirus yang dibawah oleh nyamuk, sehingga punya sifat biologis yang sama. Bahkan virusnya cukup mirip, sehingga imun yang merespon dapat menawarkan perlindungan terhadap Zika.
Mengutip Kompas.com, walau gejala infeksinya mirip, perbedaannya adalah Zika menimbulkan gejala nyeri otot dan sendi, kulit kemerahan pada badan. Sedangkan DBD menimbulkan bintik merah dan pendarahan, dengan kadar trombositnya menurun.
"Di daerah di mana Zika lazim ditemukan, sebagian besar orang telah terpapar virus dengue dan memiliki sel T dan antibodi yang bereaksi silang," kata Sujan Shresta. Dia adalah seorang Ph.D di organisasi penelitian nirlaba La Jolla Institute for Immunology (LJI) di California, AS.
Shresta membuat tim penulisan makalah terbaru di Cell Reports, Selasa 12 April 2022, berjudul A Zika virus mutation enhances transmission potential and confers escape from protective dengue virus immunity. Mereka mengungkap, mutasi virus Zika punya potensi menyerang manusia. "Dunia harus memantau kemunculan varian virus Zika ini," lanjutnya di Eurekalert.
Baik virus Zika dan Dengue, keduanya cepat bermutasi. Kedua virus ini adalah jenis RNA, yang berarti mampu mengubah genom. "Ketika ada begitu banyak nyamuk dan begitu banyak inang manusia, virus-virus ini terus bergerak maju mundur dan berevolusi," terang Shresta.
"Mutasi tunggal ini cukup untuk meningkatkan virulensi virus Zika," kata Jose Angel Regla-Nava, penulis pertama studi dan Associate Professor di University of Guadalajara, Mexico. "Tingkat replikasi yang tinggi baik pada nyamuk atau inang manusia dapat meningkatkan transmisi virus atau patogenisitas—dan menyebabkan wabah baru."
Hasil yang diungkap para peneliti itu ditemukan setelah mempelajari evolusi virus Zika yang bergerak cepat. Mereka membuat kembali siklus infeksi yang berulang kali bolak-balik antara sel nyamuk dan tikus.
Virus mutasi itu lebih menular dan lebih ganas ketika para peneliti mengifeksi tikus hamil. Shresta mengatakan, peluangnya akan lebih besar bagi virus itu untuk melewati plasenta dan menginfeksi janin.
Tim juga menginfeksi sel janin manusia di laboratorium, dan menemukan bahwa virus mutan dapat bereplikasi lebih mudah daripada virus aslinya. Para peneliti sekarang mencoba mencari tahu bagaimana tepatnya mutasi ini membuat virus lebih menular.
Baca Juga: Wabah Antoninus, Penyakit Misterius yang Membuat Romawi Jadi Neraka
Baca Juga: Kondisi Kejiwaan Pengaruhi Kemungkinan Infeksi Terobosan Covid 19
Baca Juga: Infeksi Zika Diduga Dapat Menular Melalui Air Mata
Baca Juga: Ilmuwan Identifikasi 5.500 Spesies Virus RNA Baru di Lautan Dunia
Baca Juga: Mengenal EBV, Virus Penyebab Penyakit pada Sistem Saraf Pusat
Secara rincinya, para peneliti menemukan bahwa virus Zika relatif memperoleh perubahan asam amino tunggal. Kemampuan ini memungkinkan virus itu bisa membuat lebih banyak salinan dirinya sendiri, dan mampu bertahan lebih mudah ketika menginfeksi.
Mutasi yang terbaru ditulis oleh para peneliti sebagai NS2B I39V/I39T. Mutasi ini mampu membuat virus bereplikasi pada tikus dan nyamuk ketika diamati para peneliti. Hal ini dapat disimpulkan bahwa peningkatan replikasi juga bisa terjadi pada sel manusia.
"Varian Zika yang kami identifikasi telah berevolusi ke titik di mana kekebalan pelindung silang yang diberikan oleh infeksi dengue sebelumnya tidak lagi efektif pada tikus," terang Shresta. "Sayangnya bagi kita, jika varian ini menjadi tersebar, kita mungkin punya masalah yang sama di kehidupan nyata."
Saat ini, untuk mengantisipasi mutasi semacam ini menular kepada manusia, Shresta dan tim di laboratoriumnya mencarai cara untuk menyesuaikan vaksin dan perawatan Zika yang mampu melawannya. Pemantauan dengan peneliti lain juga terus dikembangkan untuk memahami bagaimana mutasi bisa bereplikasi lebih efisien.
"Kami ingin memahami pada titik mana siklus hidup virus mutas ini membuat perbedaan," jelasnya.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR