Nationalgeographic.co.id—Gurun Sahara di era modern merupakan bagian yang gersang di muka bumi. Namun, sejarah mencatat hal yang berbeda, dimana gurun tersebut menyimpan kesan ngeri di zaman prasejarah.
Sebuah tinjauan dari bukti fosil berusia 100 tahun mengungkapkan bahwa 100 juta tahun yang lalu sebagian Gurun Sahara bisa dibilang tempat paling berbahaya di planet ini.
Hal itu dibuktikan dengan konsentrasi dinosaurus pemangsa besar yang tak tertandingi di ekosistem darat modern yang sebanding.
Analisis fosil dari apa yang disebut lapisan Kem Kem —formasi batuan di Maroko tenggara, dekat perbatasan Aljazair, berasal dari periode Cretaceous— menunjukkan keberadaan dinosaurus karnivora skala besar, reptil predator terbang, di area tersebut.
"Terdapat predator mirip buaya, semuanya hidup bersama di tempat yang sama pada waktu yang sama, merupakan ekosistem sungai yang penuh dengan ikan yang sangat besar," tulis Francesca Giuliani-Hoffman.
Giuliani-Hoffman menulis kepada CNN dalam artikelnya yang berjudul This was the most dangerous place in our planet's history yang dipublikasi pada 1 Mei 2020.
"Makhluk yang ditemukan di situs arkeologi Kem Kem menjelajahi Bumi sekitar 95 juta tahun sebelum manusia purba muncul di planet ini," lanjutnya.
Nizar Ibrahim, seorang ahli paleontologi, menyebut kepada CNN bahwa, "jika Anda memiliki mesin waktu dan dapat melakukan perjalanan ke tempat ini, Anda mungkin tidak akan bertahan lama."
Ekosistem purba Kem Kem adalah tempat yang benar-benar misterius, secara ekologis, karena biasanya dalam sebuah ekosistem akan menghadirkan lebih banyak hewan pemakan tumbuhan (herbivora) daripada pemangsa (karnivora).
"Di Kem Kem, pemangsa itu sendiri akan datang dalam berbagai ukuran, dengan satu pemangsa yang lebih besar yang merupakan pemangsa dominan di ekosistem tersebut," sebut Nizar.
Temuan arkeologis Kem Kem menunjukkan bahwa jumlah fosil predator melebihi jumlah dinosaurus pemakan tumbuhan.
Kala Terbunuhnya De Bordes oleh Depresi, Jadi 'Sejarah Kecil' di Hindia Belanda
Source | : | CNN |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR