Nationalgeographic.co.id - Konstantinopel menjadi Roma yang baru atau Roma kedua. Kaisar Konstantinus Agung merayakan peresmian ibu kota barunya. Nama kota tersebut berasal dari namanya: Konstantinopel atau Kota Konstantin.
Pada tahun 330 M, Kaisar Konstantinus membagi Kekaisaran Romawi menjadi dua bagian: Timur dan Barat. Bagian barat berpusat di Roma sedangkan bagian timur berpusat di Konstantinopel.
Setelah memulihkan kesatuan Kekaisaran, Konstantinus Agung memperkenalkan banyak reformasi pemerintahan. Ia juga meningkatkan sumber keuangan untuk gereja Kristen.
Kemudian, ia menetapkan Bizantium–sebuah pelabuhan kecil Yunani–sebagai pusat baru Kekaisaran dan pusat pemerintahan. Secara resmi tempat ini dikenal sebagai Nova Roma ('Roma Baru').
Roma yang telah menjadi ibu kota selama lebih dari seribu tahun terlalu jauh dari perbatasan Kekaisaran. “Usul agar memindahkan Roma ke lokasi lain juga rasanya tidak dapat dilakukan,” ungkap A. Sutherland dilansir dari laman Ancient Pages.
Dedikasi Konstantinus atas kota baru kemungkinan besar merupakan momen paling penting dalam pemerintahannya. Ibu kota baru memiliki lokasi strategis yang sempurna; berada di dataran yang menjorok ke Bosphorus. Selat sempit ini memisahkan dua benua: Eropa dari Asia.
Karena posisinya, Konstantinopel dapat mengontrol rute perdagangan utama antara kedua benua ini. Juga jalur dari Laut Hitam ke Mediterania.
Koin baru dikeluarkan dan seni Yunani serta Romawi pindah ke ‘Roma Kedua’
Roma Baru dibangun selama enam tahun dan diresmikan pada 11 Mei 330 M. Saat itu, koin-koin baru dicetak oleh Konstantinus I untuk memperingati berdirinya Konstantinopel.
Dalam banyak hal, kota baru itu hampir sama persis dengan kota abadi Roma yang lama dan terkenal. Seperti Roma di Sungai Tiber, Konstantinopel juga terletak di tujuh bukit dan dibagi menjadi empat belas distrik administratif.
Namun, masih banyak yang harus dilakukan untuk mempersiapkan interior ibu kota baru. Bangunan mulai muncul dengan sangat tergesa-gesa. “Konstantinus memerintahkan banyak marmer, tiang, dan ubin untuk diangkut dari kuil Romawi ke ibu kota baru,” ungkap Sutherland. Karya seni terbaik Yunani dan Romawi digunakan untuk dekorasi jalan dan alun-alun.
Baca Juga: Arkeolog Singkap Pelabuhan Dagang Asal 4.000 Tahun di Istanbul
Baca Juga: Konstantinopel Berubah Jadi Istanbul Bukan Saat Direbut Sultan Ottoman
Baca Juga: Lelakon Ambisi Ottoman Turki dalam Pengepungan Konstantinopel
Sangat penting untuk memberikan kota baru itu tampilan yang paling mengesankan. Bagaimanapun, 'Roma Baru' miliknya memulai kehidupannya sebagai kota metropolitan kekaisaran.
Banyak persamaan dan satu perbedaan signifikan antara kedua Roma
Perbedaan utama antara kedua kota ini adalah bahwa Konstantinopel adalah kota Kristen dengan banyak basilika dan gereja. “Sejak awal, itu melambangkan pemutusan dengan masa lalu pagan Roma,” Sutherland menambahkan.
Kaisar mendorong pembangunan pribadi dengan menjanjikan hadiah tanah dari Asiana dan Pontica–dua dari empat divisi administratif utama Kekaisaran Timur.
Pada tanggal 18 Mei 332, dia mengumumkan bahwa, seperti di Roma, distribusi makanan gratis akan dilakukan kepada warga. Ini adalah caranya untuk menarik penduduk agar mau tinggal di Konstantinopel.
Namun, pada awalnya, Kekaisaran di Roma baru tidak memiliki semua martabat Roma lama. Kekaisaran Timur ini memiliki senat, prokonsul, tetapi tidak ada praetor, tribun, atau quaestor yang berwenang untuk menyelidiki dan menangani pembunuhan.
Ada juga kekurangan beberapa pusat pemerintahan utama lain yang bertanggung jawab atas kuil kota, selokan, monumen, saluran air, dan pekerjaan umum lainnya. Akan tetapi masalah itu dapat diatasi. Tidak menunggu lama, Roma kedua ini menjadi kaya, menonjol, dan dipadati penduduk.
Selama 1.000 tahun, di bawah kaisar Bizantium, Konstantinopel merupakan pusat intelektual, agama, dan komersial dunia berbahasa Yunani.
Hari ini, Konstantinopel adalah Istanbul, kota terpadat di Turki dan pusat ekonomi, budaya, dan sejarah negara itu. Meski sudah berganti nama, nama lamanya masih dikenang hingga kini.
Source | : | Ancient Pages |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR