Tim arkeolog juga menemukan sekitar 76 benda di lantai dapur Puzurum. Sebagian besar adalah bulibuli keramik yang ditata layaknya penyimpanan di dapur rumah kita, penggiling, dan peralatan makan yang bagus. Hal yang menarik, temuan buli-buli keramik kecil berisi cengkih yang terarangkan.
“Salah satu buli-buli berisi beberapa cengkih,” ungkap Giorgio dan Marilyn. “Ini adalah penemuan yang sangat penting karena cengkih hanya tumbuh di Timur Jauh, dan tidak ditemukan bukti di Barat sebelum Pliny pada zaman Romawi.”
Catatan orang Eropa pertama tentang cengkih berasal dari Gaius Plinius Secundus, yang hidup pada 23–79 Masehi. Pliny the Elder, julukannya, menulis buku ensiklopedia bertajuk Naturalis Historia, yang rampung dua tahun sebelum kematiannya. “… di India, biji-bijian lain yang sangat mirip dengan lada, tetapi lebih panjang dan lebih rapuh; dikenal dengan nama karyophyllon,” ungkap Pliny. “Dikatakan bahwa biji-bijian ini diproduksi di hutan keramat di India; kami mengimpornya untuk parfum aromatik.”
Berdasar kamus Merriam-Webster, kata karyophyllon merupakan bahasa Latin lama untuk caryophyllus. Maknanya merujuk pada cengkih atau minyak atsiri dari cengkih.
Sebutan “India” sejatinya merujuk pada dunia timur. Pada masa itu tanaman cengkih (Syzygium aromaticum L.) hanya tumbuh di gugusan lima pulau kecil bergunung api di Nusantara kita: Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan. Jack Turner turut mengungkapkan cerita cengkih Terqa dalam bukunya Spice, The History of Temptation, yang belakangan terbit dalam edisi bahasa Indonesia, Sejarah Rempah, Dari Erotisme sampai Imperialisme.
Sejumput cengkih di dapur Puzurum menjadi temuan sangat penting untuk sejarah rempah. Kita dengan mudah bisa membayangkan betapa kota kuno Terqa memiliki ruang lingkup hubungan perdagangan antarbelahan dunia. Akan tetapi, kita masih sulit membayangkan cengkih yang melanglang buana belasan ribu kilometer sebelum manusia mengenal besi. Cengkih dipetik dari pohon asalnya yang terpencil dan basah di Maluku, sampai akhirnya tiba di gurun tandus Suriah. Apakah cengkih itu melayari bentangan Samudra Hindia, ataukah menyusuri sepanjang garis pantai Asia?
Baca Juga: Histori Eropa dalam Perburuan Rempah yang Mendorong Neo-Imperialisme
Baca Juga: Jalur Rempah Utara-Selatan: Simpul Filipina, Tiongkok, dan Nusantara
Baca Juga: Alexo de Castro: Orang Maluku yang Ditahan di Meksiko karena Agama
Baca Juga: Selidik Jalur Rempah, Jaringan Dagang dan Dakwah Islam di Nusantara
“… Hanya Tuhan yang tahu,” ungkap Turner. Dia berkisah bahwa pada masa Puzurum, kelima pulau itu “tidak memiliki eksistensi di alam khayal sekalipun.” Dia melanjutkan, “Saat itu adalah masa ketika orang Mesopotamia menulis cerita yang seragam tentang pahlawan Gilgamesh, ketika orang-orang primitif Humbaba mendiami hutan sidar di Libanon, dan ketika jin serta makhluk setengah-singa setengah-manusia menjelajahi bumi.”
Rempah-rempah, termasuk cengkih, memang komoditi yang asal-usulnya pernah dirahasiakan oleh para pedagang Arab. Kemisteriusannya baru saja terungkap saat orang Eropa menjejaki kepulauan rempah di Maluku pada abad ke-16. Artinya, lebih dari dua milenium setelah Puzurum.
Orang Eropa pertama yang berjejak di Ternate, salah satu pulau penghasil cengkih, adalah seorang asal Italia bernama Ludovico di Varthema. Jurnalnya bertajuk Itinerario de Ludouico de Varthema Bolognese, terbit pertama kali di Roma pada 1510.
Dua tahun kemudian, armada Portugis berhasil sampai ke Maluku. Segera, pulau-pulau itu menjadi harta rebutan bagi kerajaan-kerajaan yang jaraknya terpisah setengah perjalanan dunia.
“Di sini kemudian kita memiliki bukti perdagangan jarak jauh dari komoditas yang sangat rapuh yang membutuhkan pasar khusus,” tulis Giorgio dan Marilyn. “Semua begitu luar biasa karena temuan itu berasal dari rumah tangga kelas menengah yang sederhana.”
Kendati pernah sohor dan menjadi rebutan, gugusan pulau itu kini kembali terlupakan oleh dunia. Pulau-pulau itu hanya setitik dalam lembaran peta Planet Bumi kita. Orang zaman kiwari lebih mengenal Venesia, sebuah pulau mungil di Italia; kepulauan Zanzibar di Tanzania; atau negeri kepulauan Maladewa di tepian Samudra Hindia.
Namun, barangkali, kita pun belum tentu menerka dengan benar letak persisnya kelima pulau itu dalam peta buta—seperti Puzurum dari Terqa.
Penulis | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR