Merle Ricklefs menulis dalam bukunya yang berjudul War, Culture and Economy in Java, 1677-1726: Asian and European Imperialism in the Early Kartasura Period yang terbit pada 1993.
Baca Juga: Imbas Letusan Gunung Ciremai bagi Kehidupan Cirebon Abad 18-19
Baca Juga: Perang Kedongdong, Perlawanan Rakyat Miskin Cirebon Atas Penjajah
Baca Juga: Lambang di Situs Makam Sunan Gunung Jati: Freemason Ada di Cirebon?
Baca Juga: Proses Jawanisasi Susuhunan Mataram di Tanah Sunda Abad ke-17
Mataram hanya menyisakan sedikit pijakannya di Priangan akibat tersudut atas kuasa VOC. Momentum inilah yang telah dinanti para musuhnya untuk menyisihkan Mataram: Kesultanan Cirebon dan Banten.
Pun Kesultanan Banten yang berseteru dengan Mataram, memilih untuk berlindung kepada Kesultanan Cirebon. Bukan tanpa alasan adanya jalinan erat antara Cirebon dengan Banten.
Syeikh Gunung Djati yang memimpin Kesultanan Cirebon, memiliki putra yang merupakan penguasa dari Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin. Dari sana, hubungan Cirebon dan Banten layaknya hubungan ayah dengan anaknya.
Perlindungan Sultan Cirebon kepada Banten didukung dengan pasokan persenjataan untuk melawan kekuasaan Jawa. Strategi inilah yang akhirnya mampu memukul mundur Mataram.
Mundurnya Mataram dari Priangan berakhir dengan serangan bantuan dari Banten, baik ke daerah pesisir yang bersekutu dengan Cirebon, maupun ke dataran tinggi Priangan.
Source | : | Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (2014) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR