Nationalgeographic.co.id—Setelah Inggris meninggalkan pulau Jawa, kedudukan daerah Priangan yang subur nan makmur semakin penting bagi perekonomian pemerintah kolonial. Berbagai fasilitas publik terus dibangun di sana.
"Pembangunan tersebut telah merubah wajah Bandung dari sebuah kampung yang berada di pedalaman hutan belantara menjadi sebuah kota yang strategis dan impian setiap orang," tulis Iwan dalam jurnalnya.
Iwan Hermawan menulis dalam jurnal Arkeologi Masa Kini, berjudul Bandung Sebagai Ibukota Hindia Belanda yang terbit pada tahun 2010.
Melihat posisi Bandung yang semakin strategis, pada tahun 1819, Dr. Andries de Wilde mengajukan saran kepada pemerintah Belanda. Saran tersebut meminta pemerintah kolonial agar ibu kota Karesidenan Priangan dipindah dari Kabupaten Cianjur ke Kabupaten Bandung.
"Alasan pemindahan ibu kota tersebut adalah agar dapat memberikan dampak positif, sekaligus mempermudah usaha pengembangan wilayah pedalaman Priangan," terangnya.
Usulan tersebut baru direspon oleh pemerintah 37 tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1856, setelah Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Charles Ferdinand Pahud bersedia untuk pemindahan ibu kota.
Haryoto Kunto dalam bukunya Wadjah Bandoeng Tempo Doeloe (1984) menyebut, "perintah pemindahan tersebut baru dilaksanakan oleh residen Priangan, Van der Moore, pada tahun 1864, bertepatan dengan meletusnya Gunung Gede yang menggoncang Cianjur."
Dari ibu kota Karesidenan Priangan, status kota Bandung kembali meningkat. Bandung didaulat sebagai Gemeente (kotapraja) pada 1 April 1906.
Peningkatan status ini didasarkan pada Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatiewet) yang dikeluarkan pada tahun 1903. Undang-Undang itu berisi: Desentralisasi (Decentralisasi Besluit), dan Ordonansi Dewan Kota (Locale Raden Ordonantie) yang dibuat tahun 1905.
Kunto menambahkan, "pada awalnya Gemeente dipimpin oleh Asisten Residen Priangan selaku pimpinan Dewan kota (Gemeenteraad), namun sejak tahun 1913 Gemeente dipimpin oleh seorang burgemeester atau walikota."
Posisi yang strategis juga tempat yang nyaman, membuat status Bandung terus meningkat. Pada tanggal 1 Oktober 1926, Kota Bandung kembali meningkat statusnya menjadi Stadsgemeente.
Dengan status tersebut, "Bandung diberi wewenang untuk mengelola kota dan mengurus pemerintahannya sendiri," terusnya.
Source | : | Arkeologi Masa Kini |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR