Lebih jauh lagi, Bandung yang banyak didambakan penduduk Hindia-Belanda, diminta untuk dinaikkan lagi statusnya. Kali ini, Bandung direncanakan sebagai ibu kota negara, Hindia Belanda.
Menurut Iwan Hermawan, gagasan pemindahan ibu kota Hindia Belanda muncul tatkala Gubernur Jenderal J.P. Graaf van Limburg Stirum bertakhta. Ya, gagasan yang memindahkan ibu kota dari Batavia ke Bandung.
Adanya desas-desus pemindahan ibu kota Hindia Belanda ternyata mendapat dukungan dari Prof. Ir. J Klopper, Rektor Magnificus Bandoengsche Technische Hoogeschool (sekarang dikenal dengan nama ITB).
"Sebagai kota yang disiapkan sebagai Ibu kota Hindia Belanda, Bandung melengkapi dirinya dengan Museum Geologi yang dipindah dari Batavia pada tahun 1924," tambah Iwan.
Bandung telah dipersiapkan sebaik mungkin. Dimulai dari pemindahan saluran transportasi udara hingga stasiun radio—dari Batavia ke Bandung.
Baca Juga: Kiprah Tionghoa dalam Perkembangan Institut Teknologi Bandung
Baca Juga: Nikmati Wisata Bandung Tempo Dulu: dari Jalanan Kaya Akan Sejarah Hingga Kuliner Nan Renyah
Baca Juga: Alun-Alun Kota Bandung: Dari Tempat Sakral hingga Ruang Publik
Baca Juga: Munculnya Kreativitas Masyarakat Bandung dalam Pariwisata Kolonial
Depresi besar sempat menghantam perekonomian Hindia-Belanda di tahun 1930, sehingga proses pemindahan berhenti. Sampai akhirnya muncul desakan dari pasukan Jepang yang membuat pemindahan harus tetap berlangsung.
Kantor Gubernur Jenderal Hindia-Belanda baru pindah ke Bandung pada awal Maret 1942. Itupun ketika posisi Belanda di Batavia sudah terdesak oleh Jepang.
Nahas, baru berbenah selama beberapa hari secara de facto sebagai ibu kota Hindia Belanda, Kota Bandung harus jatuh ke tangan Jepang.
Perjanjian di Kalijati, Subang pada 8 Maret 1942, memaksa Belanda untuk menyerah kepada Jepang. Begitupun dengan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Tjarba van Starkenburg Stakhouwer yang ditawan Jepang dan diasingkan ke Formosa, Taiwan.
Source | : | Arkeologi Masa Kini |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR