Nationalgeographic.co.id—Di masa Romawi kuno, balap kereta menjadi tontonan massal yang paling populer. Pertandingan dramatis ini diselenggarakan kaisar untuk meningkatkan popularitas dan prestise mereka di mata rakyat.
“Bukan sekedar pertandingan biasa, balap kereta memiliki ritual tersendiri di masanya,” tulis Joanna Gillan di laman Ancient Origins. Pertandingan dimulai dengan prosesi suci melintasi jalan-jalan menuju arena besar, Circus Maximus. Di sana, dengan napas tertahan, 20.000 penonton menantikan tim yang dijagokannya.
Dengan keterampilan, kecerdikan taktik dan keberanian, kusir akan mempersembahkan pertunjukkan yang memukau. Di saat yang bersamaan, pertandingan ini juga membahayakan jiwa pesertanya.
Tidak sedikit yang terlempar dari kereta dan terinjak oleh kuda yang melintas dengan cepat. “Diseret ke kematian, kebanyakan kusir mati pada usia pertengahan 20-an,” tambah Gillian.
Dengan risiko yang tinggi, maka tidak heran jika kusir pemenang akan mendapatkan hadiah yang fantastis.
Satu yang menonjol di antara yang lain adalah Gaius Appuleius Diocles. Tidak hanya bertahan selama 24 tahun kariernya, ia juga mengumpulkan kekayaan yang fantastis. Penghasilannya setara dengan 15 juta dolar Amerika Serikat, lima kali lipat pendapatan gubernur Romawi dengan bayaran tertinggi. Konon penghasilannya ini cukup untuk memberi makan seluruh kota Roma selama setahun.
Bintang abad ke-2 ini tidak menghasilkan uang melalui sponsor, seperti banyak atlet saat ini. Sebaliknya, penghasilannya hanya berasal dari 1.462 balapan yang dimenangkannya.
Bintang baru yang bersinar
Gaius Appuleius Diocles lahir sekitar tahun 104 M di Lamecum (Portugal modern). Ayahnya memiliki bisnis transportasi kecil-kecilan dan keluarganya relatif kaya.
Memulai karirnya di usia 18 tahun, reputasinya meningkat pesat sehingga ia dipanggil 'liga besar' di Roma.
Dikenal sebagai Lamecus yang bergabung dengan tim Putih, Diocles membawa kemasyhuran bagi kampung halamannya.
Atlet balap kereta berafiliasi dengan tim yang berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan kuda serta peralatan. Saat itu, tim Putih merupakan tim yang terendah. “Anggotanya merupakan golongan masyarakat yang lebih rendah dari tim lainnya,” tulis Murray Wardrop dalam buku ‘The Lamecus’.
Menjadi kusir alami, Diocles ditarik ke tim Hijau pada usia 24 tahun. Selang 3 tahun, ia pun pindah ke tim Merah. Beberapa sejarawan berspekulasi bahwa peralihan tim ini didorong oleh motivasi sederhana: kekayaan dan ketenaran.
Tim Hijau tidak diragukan lagi yang paling populer dan menarik para pembalap terhebat. Dengan beralih ke tim Merah, Diocles akan menjadi yang terhebat di antara di antara anggota tim. Ini akan menuai keuntungan finansial yang menyertainya. Menjadi yang terbaik di bidangnya juga memungkinkan Diocles untuk menyempurnakan kecakapan memainkan pertunjukannya.
Ia terkenal dengan taktik 'datang dari belakang', melintasi garis finis pada saat-saat terakhir. Ini disukai oleh banyak penonton. Setiap balapan dengan Diocles sebagai peserta dengan cepat menjadi 'acara unggulan' hari itu. “Ini tentu saja membantu sang Atlet menghasilkan lebih banyak uang,” tambah Gillian.
Juara balap kereta
Alih-alih sponsor seperti zaman modern, pendapatan semata-mata berasal dari hadiah lomba selama 24 tahun.
Dari 4.257 balapan yang diikuti, Diocles memenangkan 1.462 balapan. Kusir juara adalah salah satu atlet kuno yang terdokumentasi dengan baik dari masa Romawi kuno. Kemungkinan besar karena mereka adalah bintang di Circus Maximus yang terkenal.
Circus Maximus hanyalah cara bagi kekaisaran yang lesu untuk menenangkan massa yang miskin dan tertindas. Motif tersembunyi di balik dukungan kaisar terhadap perlombaan kereta mingguan ini disadari oleh banyak orang. Pada abad ke-1 Masehi, penyair dan satiris Juvenal menulis,
“Dulu orang-orang menumpahkan kecemasan mereka, sejak kami tidak menjual suara kami kepada siapa pun. Bagi orang-orang – yang pernah menganugerahkan imperium, simbol jabatan, legiun, segalanya – sekarang menahan diri dan dengan cemas hanya menginginkan dua hal, pembagian gandum dan balapan kereta di Circus.”
“Dua puluh empat tahun kemenangan, Diocles mendapatkan sejumlah hadiah uang yang mengejutkan yaitu 35.863.120 sesterce. Jumlah ini setara dengan 15 juta dolar Amerika Serikat saat ini,” tulis Profesor Peter Struck, ketua sarjana studi klasik di University of Chicago.
“Jumlah ini cukup untuk membayar semua prajurit biasa Romawi selama seperlima tahun,” Struck menambahkan.
Warga kelas bawah yang beruntung
Tidak seperti status selebriti atlet zaman modern, kusir balap kereta Romawi adalah warga kelas bawah. Ini terlepas dari kemegahan dan prestise acara itu sendiri.
Bersaing secara terbuka untuk mendapatkan uang dipandang sebagai hal yang memalukan secara sosial dan moral. Ini membuat mereka dikucilkan dari hak-hak istimewa kewarganegaraan penuh atau kesempatan memegang jabatan publik. Bahkan kusir terbaik sekalipun berada di kelas yang sama dengan aktor, pelacur, gladiator, dan pejabat pemakaman.
Tidak seperti yang lainnya, Diocles pension di usia 42 tahun. Banyak kusir yang meninggal di usia pertengahan dua puluhan. Setelah pension, sang kusir menjalani sisa hari-harinya dalam kehidupan yang tenang dan nyaman di pinggiran Italia. Putra dan putrinya kemudian membangun monumen untuk namanya di tempat tersebut.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR