Nationalgeographic.co.id—Penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa tidur yang cukup dan berkualitas memberi manfaat pada memori hewan dan manusia. Sekarang, penelitian baru dari University of California San Diego School of Medicine juga menemukan efek positif lainnya, yaitu dapat membangun memori relasional.
Penelitian tersebut memberikan bukti kuat dan menjelaskan mekanisme yang mendasarinya, memperkuat atau menciptakan ingatan relasional baru selama tidur. Laporan penelitian tersebut telah diterbitkan di Journal of Neuroscience dengan judul "Role of Sleep in Formation of Relational Associative Memory" belum lama ini.
Untuk diketahui, memori relasional adalah kemampuan untuk mengingat asosiasi yang berubah-ubah atau tidak langsung. Seperti asosiasi antara objek, orang atau peristiwa, seperti nama dengan wajah, di mana Anda meninggalkan kunci mobil Anda dan apakah Anda mematikan kompor setelah memasak tetapi sebelum Anda meninggalkan rumah.
Untuk penelitian ini, para penulis mengembangkan model buatan dari dua wilayah otak, yaitu thalamic (terlibat dalam pemrosesan sensorik sebelumnya) dan kortikal (terlibat dalam memori, pembelajaran dan pengambilan keputusan). Model ini mampu mensimulasikan dua keadaan otak utama tersebut.
Keadaan otak tersebut yaitu, terjaga ketika neuron aktif secara spontan dan dioptimalkan untuk memproses input sensorik dan tidur nyenyak ketika osilasi intrinsik aktivitas listrik dihasilkan. Proses tersebut seperti gelombang lambat di otak.
Sifat-sifat model jaringan dapat diubah untuk mendorong transisi antara aktivitas bangun dan tidur, mirip dengan apa yang dilakukan otak biologis setiap hari.
Di wilayah kortikal, koneksi antara neuron diizinkan untuk menjadi lebih kuat atau lebih lemah berdasarkan aktivitasnya, yang dikenal sebagai plastisitas sinaptik. Kondisi tersebut mencerminkan mekanisme biologis utama yang diketahui tentang bagaimana ingatan dibentuk atau dihapus.
Maxim Bazhenov, profesor kedokteran di University of California San Diego School of Medicine, dan Timothy Tadros, seorang mahasiswa pascasarjana di penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka memodelkan korteks setelah pemrosesan visual. "Dengan satu lapisan kortikal mewakili korteks visual primer dan lapisan kortikal lainnya mewakili korteks asosiatif," kata Tadros dalam rilis media.
Setiap kali seseorang melihat objek yang sama, jelasnya, neuron yang sama di korteks visual akan aktif. Jika seseorang melihat dua objek dalam konteks yang sama, maka asosiasi ini dapat dipelajari di korteks asosiatif dengan memperkuat koneksi antara neuron yang mewakili masing-masing dari kedua hal tersebut.
Para ilmuwan melatih jaringan dalam mode aktif untuk mempelajari asosiasi langsung seperti itu. Seperti A+B atau B+C tetapi bukan A+C, kemudian menemukan bahwa dalam mode tidur, model membentuk asosiasi tidak langsung: A+C.
"Ini terjadi karena selama tidur neuron yang mewakili ketiga item terkait (A, B dan C) secara spontan ditembakkan dalam urutan temporal yang dekat, sebuah fenomena yang disebut replay tidur, yang memicu plastisitas sinaptik dan menyebabkan pembentukan koneksi sinaptik yang kuat antara semua neuron ini, " kata Bazhenov.
"Oleh karena itu, setelah tidur, mengaktifkan satu grup, seperti A, mengaktifkan semua grup terkait lainnya, seperti B dan C."
Meskipun utamanya bersifat konseptual, para peneliti mengatakan bahwa karya tersebut memiliki implikasi dunia nyata.
Baca Juga: Perubahan Iklim Cenderung Mengurangi Jumlah Tidur Orang per Tahun
Baca Juga: Hasil Studi: Tidur 7 Jam Optimal bagi Orang Paruh Baya dan Lansia
Baca Juga: Studi Baru: Insomnia Dapat Meningkatkan Risiko Diabetes Tipe 2
Baca Juga: Mengenal Hypnos, Dewa Tidur yang Mengawasi Mimpi Para Manusia
"Salah satu dampak penting dunia nyata dari penelitian ini adalah dalam menginformasikan studi penyakit di masa depan, seperti skizofrenia dan gangguan spektrum autisme," kata Bazhenov.
"Penelitian telah menunjukkan bahwa orang dengan kondisi ini berkinerja lebih buruk pada tugas-tugas memori relasional dan juga telah mengganggu tidur, khususnya tidur gelombang lambat.
Studi mereka, lanjutnya, menunjukkan bahwa berfokus pada peningkatan tidur gelombang lambat untuk meringankan beberapa gejala kognitif yang terkait dengan kondisi ini mungkin merupakan jalan yang lebih bermanfaat daripada berfokus pada gejala kognitif secara eksklusif.
Para penulis juga mencatat bahwa fungsi memori dan kualitas tidur menurun seiring bertambahnya usia. Tapi teknologi saat ini atau yang baru yang meningkatkan osilasi tidur dapat membantu melindungi dan meningkatkan fungsi memori pada orang dewasa yang lebih tua.
Source | : | UC San Diego School of Medicine,Journal of Neuroscience |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR