Nationalgeographic.co.id—Perdagangan satwa liar adalah industri bernilai jutaan dolar Amerika Serikat. Meseki beberapa hewan diperdagangkan secara legal, sesuai dengan undang-undang yang bertujuan untuk melindungi populasi, perdagangan satwa liar terus berkembang di banyak tempat dan banyak yang ilegal.
Perdagangan satwa liar secara ilegal ini tentunya mengancam keberadaan spesies-spesies berharga hingga di ambang kepunahan. Banyak reptil diekspor dalam jumlah besar, tidak terkecuali juga ular.
Kebanyakan ular diperdagangkan untuk diambil kulitnya dan digunakan dalam produk-produk kulit mewah. Sebagian lainnya dijual untuk dijadikan hewan peliharaan.
Dalam kasus ular sanca darah, yang panjangnya bisa mencapai 250 sentimeter, ada indikasi yang jelas dari perdagangan yang salah, tidak dilaporkan, atau ilegal yang melibatkan puluhan ribu individu di seluruh dunia.
Menurut Vincent Nijman, profesor antropologi di Oxford Brookes University di Inggris, panen dan perdagangan spesies ular tertentu, terutama yang umum dan memiliki hasil reproduksi yang tinggi, dapat berkelanjutan (sustainable). Tapi bagaimana kita memastikan perdagangan ular itu benar-benar berkelanjutan?
"Keberlanjutan paling baik dinilai dengan mensurvei populasi-populasi hewan liar, tetapi ini membutuhkan waktu dan usaha," ujar Nijman.
"Metode alternatifnya adalah dengan menggunakan data dari rumah jagal dan membandingkan bagaimana parameter-parameter tertentu (seperti jumlah ular, ukuran, jantan vs betina) berubah dari waktu ke waktu."
Metode ini telah digunakan oleh beberapa kelompok peneliti untuk menilai keberlanjutan panen dan perdagangan ular sanca darah di Indonesia. Hasil dari penilaian ini sangat bervariasi, dengan beberapa peneliti mengklaim perdagangan berkelanjutan, dan yang lainnya tidak dan populasinya menurun.
"Masalah utama dengan penilaian ini adalah bahwa meskipun mereka dapat mendeteksi perubahan, misalnya, jumlah ular sanca darah yang tiba di rumah-rumah jagal, tidak jelas apakah ini disebabkan oleh perubahan populasi hewan liar tersebut, perubahan area panen, metode panen, atau perubahan aturan yang mengizinkan panen," urai Nijman seperti dikutip dari Alpha Galileo.
Dengan menggunakan informasi yang tersedia untuk umum, dan mencari bukti perdagangan gelap, ia menetapkan apakah ada data yang cukup untuk menilai apakah ular sanca darah memang dieksploitasi secara berkelanjutan di Indonesia.
"Tidak ada data konklusif yang mendukung bahwa pemanenan ular sanca darah di Sumatra Utara berkelanjutan, tetapi ada cukup bukti yang menunjukkan bahwa sebagian besar perdagangan ini ilegal," tulis Nijman menunjukkan temuannya ini dalam makalah penelitiannya yang diterbitkan di jurnal akses terbuka Nature Conservation.
Nijman melanjutkan dengan menjelaskan bahwa tidak ada hubungan satu lawan satu antara keberlanjutan panen dan perdagangan dan legalitasnya. "Suatu spesies dapat diperdagangkan secara legal hingga punah, atau dapat diperdagangkan secara ilegal dalam jumlah yang cukup kecil untuk menjadi berkelanjutan," paparnya.
Baca Juga: Sulit Dipahami, Ternyata Ada Bakteri yang Dapat Hidup Dalam Racun Ular
Baca Juga: Spesies Ular Baru Unik dan Berwarna Mencolok Ditemukan di Paraguay
Baca Juga: Sebagian Serangga dan Hewan Rutin Berganti Kulit, Ini Alasannya
Baca Juga: Di Balik Kisah Dramatis Laocoon, Pendeta Troya yang Dicekik oleh Ular
Tren yang jelas dalam dekade terakhir adalah perubahan cara ular sanca darah dipanen, dibandingkan dengan periode sebelumnya. Metode panen ini, menurut penjabaran Nijman, berubah "dari penangkapan oportunistik menjadi, setidaknya sebagian, pengumpulan yang ditargetkan."
Ular sanca darah tidak termasuk dalam daftar spesies yang dilindungi di Indonesia, tetapi panen dan perdagangannya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, diatur dengan sistem kuota. Hasil panen untuk perdagangan dalam negeri biasanya merupakan 10% dari apa yang diizinkan untuk diekspor.
Penelitian Nijman mengidentifikasi bukti substansial dari perdagangan internasional ular sanca darah yang tidak dilaporkan dan ilegal. "Bagian dari penilaian keberlanjutan panen dan perdagangan ular sanca darah harus mengatasi hal ini sebagai hal yang mendesak," simpul Nijman.
Source | : | Nature Conservation,Alpha Galileo |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR