Nijman melanjutkan dengan menjelaskan bahwa tidak ada hubungan satu lawan satu antara keberlanjutan panen dan perdagangan dan legalitasnya. "Suatu spesies dapat diperdagangkan secara legal hingga punah, atau dapat diperdagangkan secara ilegal dalam jumlah yang cukup kecil untuk menjadi berkelanjutan," paparnya.
Baca Juga: Sulit Dipahami, Ternyata Ada Bakteri yang Dapat Hidup Dalam Racun Ular
Baca Juga: Spesies Ular Baru Unik dan Berwarna Mencolok Ditemukan di Paraguay
Baca Juga: Sebagian Serangga dan Hewan Rutin Berganti Kulit, Ini Alasannya
Baca Juga: Di Balik Kisah Dramatis Laocoon, Pendeta Troya yang Dicekik oleh Ular
Tren yang jelas dalam dekade terakhir adalah perubahan cara ular sanca darah dipanen, dibandingkan dengan periode sebelumnya. Metode panen ini, menurut penjabaran Nijman, berubah "dari penangkapan oportunistik menjadi, setidaknya sebagian, pengumpulan yang ditargetkan."
Ular sanca darah tidak termasuk dalam daftar spesies yang dilindungi di Indonesia, tetapi panen dan perdagangannya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, diatur dengan sistem kuota. Hasil panen untuk perdagangan dalam negeri biasanya merupakan 10% dari apa yang diizinkan untuk diekspor.
Penelitian Nijman mengidentifikasi bukti substansial dari perdagangan internasional ular sanca darah yang tidak dilaporkan dan ilegal. "Bagian dari penilaian keberlanjutan panen dan perdagangan ular sanca darah harus mengatasi hal ini sebagai hal yang mendesak," simpul Nijman.
Source | : | Nature Conservation,Alpha Galileo |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR