Nationalgeographic.co.id—Untuk pertama kalinya, para ilmuwan telah menemukan bukti pertama karbon radioaktif dari tes bom nuklir di jaringan otot krustasea di tempat terdalam di lautan Bumi. Kandungan radioaktif C-14 tersebut diperkirakan berasal dari uji coba bom nuklir pada awal abad-20 yang telah mencapai bagian terdalam samudera.
Temuan tersebut berdasarkan penyelidikan yang dipimpin ahli geokimia di Chinese Academy of Sciences in Guangzhou, Tiongkok. Laporan tersebut telah diterbitkan di jurnal Geophysical Research Letters dengan judul "Penetration of Bomb 14 C into the Deepest Ocean Trench" yang dapat diakses terbuka.
Pada penelitian tersebut, mereka menemukan bahwa jaringan otot krustacea atau hewan laut bercangkang keras -misalnya kepiting- yang menghuni palung laut terdalam di samudera bumi, termasuk Palung Mariana mengandung karbon radioaktif C-14. Diperkirakan radioaktif tersebut berasal dari akhir tahun 1950-an di permukaan laut hingga kemudian terserap krustasea dan menjadikannya molekul pembentuk tubuh mereka.
Kemudian dari studi baru ini, diketahui krustacea di palung terdalam menjadikan organisme tersebut makanan ketika ia mencapai laut terdalam. Karena itulah kemudian krustasea di dasar laut memiliki kandungan radioaktif.
Ning Wang, pemimpin studi mengatakan, temuan tersebut menunjukan bahwa polusi yang dibuat manusia dapat dengan cepat memasuki jaring makanan dan mencapai laut terdalam. Meski sirkulasi laut butuh ratusan tahun untuk membawa air yang mengandung karbon radioaktif, tapi rantai makanan ternyata bisa jauh lebih cepat membawanya. Wang merupakan ahli geokimia di Chinese Academy of Sciences in Guangzhou, di Guangzhou, Tiongkok.
"Meskipun sirkulasi laut membutuhkan ratusan tahun untuk membawa air yang mengandung bom (karbon) ke palung terdalam, rantai makanan mencapai ini jauh lebih cepat," kata Ning Wang dalam rilis Advancing Earth and Space Science.
Ia menjelaskan, ada interaksi yang sangat kuat antara permukaan dan dasar laut, dalam hal sistem biologis. Aktivitas manusia dapat mempengaruhi biosistem tersebut bahkan hingga kedalaman 11.000 meter.
"Jadi kita perlu berhati-hati dengan perilaku kita di masa depan," kata Weidong Sun, ahli geokimia Chinese Academy of Sciences in Qingdao, Tiongkok, dan rekan penulis studi.
"Tidak diharapkan, tapi bisa dimengerti, karena dikendalikan oleh rantai makanan."
Hasilnya juga membantu para ilmuwan lebih memahami bagaimana makhluk beradaptasi untuk hidup di lingkungan laut dalam yang miskin nutrisi. Krustasea yang mereka pelajari hidup untuk waktu yang sangat lama dengan memiliki metabolisme yang sangat lambat. Penulis menduga, mungkin merupakan adaptasi untuk hidup di lingkungan yang miskin dan keras ini.
Source | : | Geophysical Research Letters,Advancing Earth and Space Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR