Nationalgeographic.co.id—Kejatuhan tiran dan pengkhianat di dunia Romawi dirayakan dengan penghancuran patung, prasasti, dan bahkan koin. Tetapi apakah seseorang dapat melupakan masa lalu? Damnatio memoriae menjadi hukuman terberat bagi pengkhianat bangsa Romawi. Apakah ini benar-benar dapat menghilangkan kenangan buruk orang Romawi akan bekas pemimpin yang kejam?
“Mereka melemparkan, memukul, dan menyeret semua patungnya, seolah-olah semua itu dapat menyakiti si Pengkhianat…” Begitulah nasib Sejanus, Prefek Praetorian Kaisar Tiberius yang kejam. Kejatuhannya pada tahun 31 Masehi ditandai dengan penghancuran patung-patungnya. Bangsa Romawi melampiaskan kemarahannya pada semua yang berhubungan dengan Sejanus.
Citra kaisar yang kuat
Berjalan melewati jalan-jalan Romawi kuno dan kekaisarannya berarti berjalan di bawah bayang-bayang masa lalu. Budaya Romawi dibentuk dan dimotivasi oleh ingatan. Ada keinginan untuk melanjutkan tradisi leluhur yang termasyhur. Di sisi lain, seorang pemimpin baru juga ingin menempuh kesuksesan dengan caranya sendiri.
Citra kaisar adalah citra yang membawa stabilitas. Baik itu ditampilkan di atas kudanya sebagai jenderal kemenangan atau dibalut kesucian sebagai pontifex maximus (imam kepala). Citra itu seakan menunjukkan keteraturan di dunia Romawi, musuh telah dikalahkan dan dewa dibuat senang.
Mengutuk ingatan tentang pengkhianat
Dalam sejarah Kekaisaran Romawi, seorang kaisar yang kejam, tidak populer, atau penuh kekerasan biasanya disingkirkan dari kekuasaannya. Lalu bagaimana dengan citranya yang ditunjukkan lewat koin, patung, atau lukisan? Sama dengan pemiliknya, semua koin atau karya seni yang menunjukkan rupa kaisar pengkhianat akan disingkirkan dengan kejam.
Patung-patung dirobohkan dan dihancurkan, nama-nama pada prasasti diretas, dan koin-koin dilebur.
Praktik ini diberi label damnatio memoriae atau mengutuk ingatan. Tidak ada proses hukum untuk penghancuran semua hal yang berkaitan dengan kaisar atau pemimpin. Penghancuran seperti itu terjadi secara spontan, sebuah katarsis material pada kejatuhan seorang pemimpin tirani.
Dengan menghancurkan benda-benda tersebut, masyarakat Romawi seakan melampiaskan kemarahannya. Luka yang menganga di masyarakat Romawi dengan keras menyerukan kematian tiran.
“Namun sebenarnya, penghancuran citra pengkhianat itu justru menciptakan ingatan abadi akan sebuah aib,” tutur Kieren Johns di laman The Collector. Memori tirani tidak bisa dihapus, tapi bisa dipermalukan. Narasi sejarah ditulis ulang untuk mendidik dan memperingatkan generasi mendatang.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR