Hasil yang diungkapkan dari eksplorasi wawancara, para peneliti juga mendapati, dibanding wanita, pria lebih bisa membaca spasial dan persepsi keselamatan jalan yang lebih tinggi. Hal itu terungkap dari kedua studi kasus di dua desa.
Baca Juga: Kiat Siaga Bencana Banjir dari National Geographic untuk Indonesia
Baca Juga: Mitigasi dan Adaptasi Iklim, Upaya Kunci Menghadapi Perubahan Iklim
Baca Juga: BNPB Belajar Mitigasi Tsunami dari Smong, Kearifan dari Simeulue
Baca Juga: Praktik Mantra Masyarakat Adat Kampung Naga dan Kanekes yang Lestari
Masyarakat juga memiliki kemampuan yang berbeda untuk berjalan di jalur evakuasi yang paling lurus. Secara khusus, kapasitas fisik, jenis kelamin, dan usia memengaruhi keputusan orang dalam menegosiasikan elemen risiko jalur dan mengakomodasi perjalanan teraman.
Temuan lainnya, berdasarkan jaringan jalur komputasi, masyarakat dalam evakuasi sangat terkait dengan "pilihan sudut yang dinormalisasi pada radius lokal." Para peneliti berpendapat, mayoritas penduduk lebih suka berjalan di rute yang paling lurus agar mencapai titik berkumpul.
"Temuannya menunjukkan wawasan kebijakan yang mencakup tindakan pencegahan bencana rutin yang konsisten dengan profil sosial-spasial kampung yang terpinggirkan," Nakamura menjelaskan. "Peningkatan tersebut tidak hanya mencakup langkah-langkah struktural seperti desain perkotaan yang peka terhadap manusia, keterbacaan rute evakuasi melalui rambu, dan penyediaan infrastruktur evakuasi tetapi juga kesiapan masyarakat.
"Langkah-langkah ini harus dimasukkan dalam kebijakan perbaikan kampung dan pengentasan kumuh yang ditujukan untuk mencapai SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan),” sarannya.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR