Nationalgeographic.co.id—Sementara langit malam yang cerah mungkin tampak tenang dan damai bagi kita. Itu akan terasa kosong dari segala sesuatu kecuali bintang. Akan tetapi, dunia hewan nokturnal ini dipenuhi dengan hiruk-pikuk suara bernada tinggi di luar kemampuan kita untuk mendengar.
Kelelawar menembus bayangan dengan pulsa ultrasonik yang memungkinkan mereka membuat peta pendengaran di sekitar mereka. Tentu saja ini merupakan berita buruk bagi ngengat, salah satu makanan favorit mereka.
Namun, tidak semua ngengat adalah mangsa yang tidak berdaya. Bahkan beberapa dapat memancarkan sinyal ultrasonik mereka sendiri yang mengejutkan kelelawar. Sehingga mereka berhenti melakukan pengejaran. Banyak ngengat yang mengandung racun pahit. Mereka menghindari penangkapan dengan menghasilkan ultrasonik berbeda yang memperingatkan kelelawar akan rasa busuknya. Yang lain menyembunyikan diri mereka dalam selubung statis sonar-jamming. Membuat mereka sulit ditemukan dengan ekolokasi kelelawar.
Meskipun efektif, jenis mekanisme pertahanan pendengaran pada ngengat ini dianggap relatif jarang. Hanya diketahui pada ngengat harimau, ngengat elang, dan satu spesies ngengat geometri.
Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal PNAS pada 15 Juni menunjukkan bahwa ngengat penghasil ultrasonik jauh lebih luas daripada yang diperkirakan sebelumnya. Hasil kajian studi tersebut diberi judul Anti-bat ultrasound production in moths is globally and phylogenetically widespread.
Bukti kuat bahwa mereka adalah penghasil ultasonik yang lebih luas dengan ditemukannya tiga organ baru. Ketiga organ tersebut diyakini sebagai organ penghasil suara. Ada delapan subfamili baru dan berpotensi ribuan spesies yang masuk ke dalam daftar.
"Bukan hanya ngengat harimau dan ngengat elang yang melakukan ini. Ada banyak ngengat yang menciptakan suara ultrasonik, dan kita hampir tidak tahu apa-apa tentang mereka," kata penulis senior Akito Kawahara, kurator di McGuire Center Museum Sejarah Alam Florida untuk Lepidoptera & Keanekaragaman Hayati.
Para peneliti juga tertarik untuk memahami bagaimana suara-suara ini dapat menyatu di antara spesies ngengat.
Para peneliti akhirnya mengumpulkan dan mempelajari ribuan ngengat selama lebih dari satu dekade di Ekuador, Guyana Prancis, Mozambik, dan Borneo Malaysia. Mereka menghabiskan dua minggu terakhir di Ekuador, di mana mereka merekam panggilan alarm dari setiap ngengat yang bisa mereka tangkap. Setelah itu, mereka menganalisis rekaman ini dengan bantuan fisikawan teoretis dan algoritme pembelajaran mesin yang meneliti setiap nada, mencari kesamaan.
Penulis utama Jesse Barber, seorang profesor biologi di Boise State University, mengatakan lebih banyak pekerjaan diperlukan untuk mengungkap sifat yang tepat dari suara-suara ini. Tetapi dia menduga ngengat perintis ini kemungkinan berbahaya.
Source | : | Florida Museum |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR