Nationalgeographic.co.id—Bukti baru dari Antarktika menunjukkan bahwa 'bahan kimia selamanya yang terfluorinasi' beracun telah meningkat tajam di lingkungan terpencil dalam beberapa dekade terakhir. Para ilmuwan percaya bahwa penggantian CFC bisa menjadi salah satu sumber yang mungkin.
Dikenal sebagai bahan kimia selamanya karena tidak terurai secara alami di lingkungan. Bahan kimia seperti asam perfluorokarboksilat (PFCAs) memiliki beragam kegunaan. Contohnya seperti dalam membuat pelapis antilengket untuk wajan, anti air untuk pakaian, dan untuk bahan tahan api. Salah satu bahan kimia ini, asam perfluorooctanoic (PFOA), terakumulasi dalam jaring makanan. Ini sangat beracun bagi manusia dengan kaitan gangguan sistem kekebalan dan infertilitas.
Dalam studi baru yang diterbitkan 26 Juli di jurnal Environmental Science & Technology, para peneliti melakukan analisis pada salju. Studi dipimpin oleh para ilmuwan dari Lancaster University bersama dengan para peneliti dari British Antarctic Survey dan Hereon Institute of Coastal Environmental Chemistry, Jerman. Mereka mengambil inti firn (salju yang dipadatkan) dari dataran tinggi Dronning Maud Land yang sangat terpencil, tinggi, dan sedingin es di Antarktika timur. Hasil penelitian mereka dipublikasikan dengan judul Increasing Accumulation of Perfluorocarboxylate Contaminants Revealed in an Antarctic Firn Core (1958–2017).
Inti salju tersebut telah memberikan catatan bersejarah antara tahun 1957 dan 2017. Ini juga memberikan bukti bahwa tingkat polutan kimia telah menunjukkan peningkatan yang nyata dalam tumpukan salju terpencil Antarktika selama beberapa dekade terakhir.
Bahan kimia yang paling banyak ditemukan sejauh ini adalah senyawa rantai pendek, asam perfluorobutanoat (PFBA). Konsentrasi bahan kimia ini di inti salju meningkat secara signifikan dari sekitar tahun 2000 hingga inti diambil pada tahun 2017.
Profesor Crispin Halsall dari Universitas Lancaster, dan yang memimpin penelitian, percaya peningkatan ini sebagian dapat dijelaskan oleh peralihan produsen bahan kimia global. Di mana mereka beralih sekitar 20 tahun yang lalu dari memproduksi bahan kimia rantai panjang seperti PFOA ke senyawa rantai pendek, seperti PFBA. Hal ini terkait dengan adanya masalah kesehatan akibat paparan PFOA pada manusia saat itu.
"Peningkatan besar PFBA yang diamati dari inti, terutama selama dekade terakhir, menunjukkan ada sumber global tambahan bahan kimia ini selain produksi polimer. Kami tahu bahwa beberapa bahan kimia yang menggantikan zat perusak ozon yang lebih tua seperti CFC dan HCFC, seperti hidrofluoroeter, diproduksi secara global dalam jumlah tinggi sebagai zat pendingin tetapi dapat terurai di atmosfer untuk membentuk PFBA.” kata Jack Garnett yang melakukan analisis kimia pada sampel salju.
"Protokol Montreal tentu saja memberikan manfaat dan perlindungan besar bagi ozon, iklim, dan bagi kita semua. Namun, dampak lingkungan dan toksisitas yang lebih luas dari beberapa bahan kimia pengganti ini masih belum diketahui," imbuhnya.
PFOA menunjukkan peningkatan inti salju dari pertengahan 1980-an dan seterusnya. Tetapi tanpa bukti penurunan dalam beberapa tahun terakhir untuk menyamai fase industri global dari bahan kimia ini. Ini menunjukkan bahwa produksi PFOA dipertahankan atau bahwa prekursor yang mudah menguap untuk bahan kimia ini tetap tinggi di atmosfer global.
Para peneliti di balik penelitian ini percaya bahwa bahan kimia tersebut kemungkinan mencapai Antarktika dengan melepaskan bahan kimia 'prekursor'. Prekursor ini mudah menguap ke atmosfer di lokasi manufaktur industri. Prekursor ini melayang di atmosfer global sampai akhirnya terdegradasi di hadapan sinar matahari untuk membentuk PFCA yang lebih persisten.
Source | : | Sky News |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR