Nationalgeographic.co.id—Para ahli paleontologi telah melaporkan genus dan spesies baru dinosaurus theropoda abelisaurid. Spesies baru itu dideskripsikan dari fosil yang ditemukan di Patagonia, Argentina.
Deskripsi spesies baru dinosaurus ini telah diterbitkan di Papers in Palaeontology yang merupakan jurnal akses terbuka.
Makalah tersebut bisa didapatkan secara daring dengan judul "Elemgasem nubilus: a new brachyrostran abelisaurid (Theropoda, Ceratosauria) from the Portezuelo Formation (Upper Cretaceous) of Patagonia, Argentina."
Dijelaskan, spesies dinosaurus yang baru ditemukan ini menjelajahi planet kita selama zaman Turonian dan Coniacian pada zaman Kapur Akhir.
Zaman Turonian merupakan zaman kedua di Zaman Kapur Akhir, bagian dari seri kapur atas. Sementara zaman Coniacian didahului oleh zaman Turonian dan kemudian diikuti oleh zaman Santonian setelahnya, sekitar 90 juta tahun yang lalu.
Dinosaurus baru dari 90 juta tahun yang lalu ini dijuluki Elemgasem nubilus. Binatang purba itu tingginya sekitar 4 m atau sekitar 13 kaki dari kepala hingga ekor dan tingginya hampir 2 m atau sekitar 6,6 kaki.
Spesies baru ini milik keluarga Abelisauridae, sekelompok dinosaurus theropoda berukuran sedang hingga besar yang mendominasi fauna karnivora selama Kapur Akhir di super kontinen Gondwana.
"Abelisaurid berlimpah di lapisan fosil Kapur Patagonia, yang menghasilkan rekor terbaik untuk kelompok ini," kata Mattia Baiano, ahli paleontologi di Universidad Nacional de Río Negro, Museo Municipal 'Ernesto Bachmann,' dan CONICET, dan rekan kerja, seperti dikutip dari Sci-News.
"Pada zaman Kapur Akhir, predator ini muncul di hampir semua wilayah Gondwana dan di semua tahap, kecuali zaman Coniacian, di mana mereka tidak diketahui secara global."
Sisa-sisa fosil atau kerangka tulang Elemgasem nubilus dikumpulkan dari Formasi Portezuelo di Patagonia, Argentina. Palaeohistologi tulang apendikular Elemgasem menunjukkan bahwa holotipe atau contoh fisik tunggalnya adalah individu sub-dewasa, tetapi telah mencapai kematangan seksual.
"Berdasarkan analisis histologis fosil, kami menentukan bahwa spesimen itu baru berusia 8 tahun, tetapi telah mencapai kematangan seksual," kata Baiano.
Takson ini didasarkan pada beberapa elemen aksial (garis tengah tubuh) dan apendikular (rangka tubuh fleksibel. Mereka kemudian mendiagnosis dengan adanya pola rugositas atau variasi ukuran yang nyata pada permukaan lateral fibula (tulang kaki) dan dinding lateral dorsoventral (tulang pipih).
Selain itu, vertebra caudal posterior atau kerangka bagian punggung memiliki morfologi yang sedikit berbeda dari abelisaurid lainnya.
Elemgasem nubilus ditemukan sebagai takson yang tidak stabil dalam Brachyrostra, mengingat bahwa ia ditemukan sebagai takson saudara Furileusauria atau di beberapa posisi dalam klad ini.
Terlepas dari hubungan filogenetik Elemgasem nubilus yang bermasalah, ini penting karena merupakan abelisaurid pertama dari interval zaman Turonian-Coniacian.
Baca Juga: Dinosaurus yang Terluka Meninggalkan Jejak Kaki yang Tidak Biasa
Baca Juga: Penampakan Sanajeh, Ular Pemakan Bayi Dinosaurus Ditemukan di India
Baca Juga: Mamalia Paling Awal yang Diketahui Hidup Bersama Dinosaurus Tertua
Temuan ini telah meningkatkan keragaman keluarga theropoda ini pada saat pergantian ditandai fauna tetrapoda Amerika Selatan, perubahan iklim global , dan peristiwa kepunahan massal yang tercatat di seluruh dunia di alam laut.
Ahli paleontologi menemukan bahwa Elemgasem nubilus berkerabat dekat dengan abelisaurid Argentina lainnya di klad Brachyrostra, seperti Carnotaurus, Aucasaurus, atau Skorpiovenator.
"Kami sudah mengetahui bentuk abelisaurid dari cakrawala yang lebih tua atau lebih muda, sehingga dapat diprediksi bahwa akan ada spesies di antaranya,” kata Rodolfo Coria, ahli paleontologi di Universidad Nacional de Río Negro dan Museo Municipal Carmen Funes.
"Apa yang tidak kami bayangkan adalah penemuan abelisaurid yang relatif kecil, yang jelas lebih kecil dari anggota Brachyrostra lainnya."
PGN Tanam 5.000 Mangrove di Semarang: Awal Komitmen untuk Dampak Lingkungan dan Ekonomi yang Lebih Besar
Source | : | Sci News,Papers in Palaeontology |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR