Nationalgeographic.co.id—Terhitung pada 9 Februari 2018, Van der Hucht et al.Indisch Tea and Family Archive Foundation (SITFA) memberikan arsip keluarga mereka kepada Nationaal Archief (Arsip Nasional Belanda).
Arsip keluarga Kerkhoven yang banyak didokumentasikan oleh van der Hucht, dipandang sangat bernilai untuk memberikan sejumlah penggambaran aktifitas keluarga elit Belanda di Jawa pada rentang tahun 1840 hingga 1960.
Informasi ini disampaikan dalam laman Nationaal Archief dalam sebuah artikel berjudul "Archief Stichting Indisch Thee- en Familiearchief overgedragen aan het Nationaal Archief" yang terbit pada tahun 2018.
Kisah mereka di Jawa dimulai pada saat Rudolf Eduard Kerkhoven mulai bermigrasi ke Hindia Belanda dari Belanda pada tahun 1866. Ia memulai bisnis onderneming di Jawa dan inilah yang diteruskan oleh anaknya, Johannes Kerkhoven.
Keberhasilan kerabat keluarganya, keluarga van der Huct mendorong Kerkhoven untuk turut berbisnis di Jawa. Johannes Kerkhoven akhirnya mendirikan onderneming di Bandung.
Posisinya yang strategis mendorong lahirnya sebuah perusahaan bisnis milik Kerkhoven. Maka, berdirilah sebuah firma yang nantinya melahirkan dinasti onderneming teh di tanah Priangan, Kerkhoven & Co.
Produksi dan perkembangan firmanya melaju amat pesat. Kerkhoven mulai menjadi keluarga Belanda yang terpandang di Priangan. Johannes juga akhirnya menikah dengan keluarga kaya Hucht, Anna Jacoba.
Pernikahan ini lantas kemudian menjadi perkawinan besar pebisnis Belanda yang lantas melahirkan dinasti onderneming perkebunan teh terbesar di Priangan, atau bahkan di Pulau Jawa.
Salah satu keturunannya adalah Paula Kerkhoven. Ia menikah dengan Johannes Bosscha, seorang profesor fisika di Delf, Belanda. Ia menikah dengan profesor dan melahirkan salah satu putanya bernama Karel Albert Rudolf Bosscha.
Kisah menarik dari Karel Bosscha adalah bahwa dia tidak memiliki gelar akademik mentereng seperti ayahnya yang merupakan seorang profesor. Bosscha malah disebut-sebut lebih tertarik untuk berbisnis daripada berkuliah. Bahkan, Ia sampai di drop out dari kampusnya di Belanda!
Ia memutuskan untuk belajar banyak di onderneming milik saudaranya, Eduard Julius Kerkhoven di Hindia Belanda. Julius Kerkhoven telah menggembleng keponakannya untuk menjadi pebisnis ulung dalam hal dunia industri perkebunan.
Setelah belajar banyak dari onderneming Sinagar di Sukabumi bersama pamannya, ia mencoba peruntungannya secara mandiri untuk melancong ke Borneo meskipun tidak banyak membuatnya dikatakan berhasil.
Baca Juga: Siapa yang Membangun Monumen Perang Dunia Pertama di Cikopo?
Baca Juga: Pembentukan Cagar Alam Semasa Hindia Belanda oleh S.H. Koorders
Baca Juga: Kebijakan Agraria Raffles Menjadi Dasar Pertanahan di Hindia-Belanda
Namun, Karel Bosscha tidak menyerah. Peruntungannya berangsur membaik manakala bekerja sama dengan sepupunya Rudolf Eduard Kerkhoven di Malabar, Bandung. Etos kerja dan pengalamannya, membantunya mengembangkan onderneming di Malabar.
Setelah dianggap berhasil dan memiliki banyak modal, Karel melebarkan usaha tehnya hingga pada tahun 1900-an, ia memiliki banyak perusahaan teh. Ia lantas dijuluki sebagai De Koning der Thee (Raja teh di Priangan).
Keberhasilan Karel juga meninggalkan banyak kenangan mereka di Priangan. Selain dikenal sebagai juragan teh, ia juga mendirikan banyak lembaga di sana. Salah satu yang fenomenal adalah Blinden Instituut (rumah buta) dan Dooftstommen Instituut (rumah tuli bisu).
Meski memasuki tahun 1942, Jepang mulai menangkap dan mengembalikan sejumlah interniran Belanda kembali ke Eropa, aset-aset berharga dari kisah dinasti perkebunan teh berhasil terselamatkan. Di antaranya ialah aset potret keluarga mereka selama berada di Jawa.
Source | : | Nationaal Archief |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR