Nationalgeographic.co.id - Komedi dapat menjadi penghubung antara zaman dahulu dan zaman sekarang. Dengan bantuan komedi Romawi, kita dapat menyelidiki kehidupan sehari-hari di masa lalu. Ini diperankan oleh karakter yang berbeda dari kelompok sosial yang berbeda. Komedi Romawi tentang budak membuat penonton memahami bagaimana budak diperlakukan oleh tuannya dan orang lain. Tokoh budak dalam komedi Romawi kuno memberikan suara bagi mereka yang “tidak punya suara”.
Lewat komedi Romawi, orang di zaman modern juga mempelajari ciri-ciri kepribadian mana yang digunakan untuk karakter budak untuk ditampilkan kepada penonton. Karakter budak sering kali merupakan spekulan, pemberontak, dan pemecah masalah yang cerdik. Di sisi lain, mereka juga menjadi bahan ejekan untuk dihina dan ditertawakan oleh orang banyak di teater!
Budak dalam komedi Romawi Kuno: memberi suara kepada yang tak bersuara
Ketika orang Romawi mulai mengadopsi tradisi Yunani, mereka mengembangkan ketertarikan pada teater. “Ini menjadi salah satu sumber utama hiburan,” tulis Ivana Protic di laman The Collector.
Dalam sumber-sumber sastra Romawi kuno, budak muncul di buku pedoman pertanian. Mereka menjadi pengamat yang hampir tak terlihat. Varro dalam Res Rustica mendefinisikan budak sebagai instrumentum vocale atau alat yang berbicara.
Di sisi lain, budak dalam komedi kuno memiliki suara! Penulis komedi paling terkemuka dari Romawi kuno yang dramanya diperkaya oleh karakter budak adalah Plautus dan Terence. Pada abad ke-2 sebelum Masehi, ada sekitar 130 komedi dikaitkan dengan Plautus, karya-karyanya mewakili sumber sastra Latin tertua yang tersedia sejak saat itu.
Bahkan seorang William Shakespeare pun tertarik dengan karya Plautus. Salah satu drama Shakespeare, The Comedy of Errors, adalah interpretasi ulang dari drama kuno Menaechmi oleh Plautus.
Penulis terkenal kedua dari komedi Romawi, Terence, adalah seorang budak yang menarik. Dia dibeli di Kartago oleh seorang senator, yang mendidiknya dan menjadi terpesona dengan bakatnya. Kareka bakatnya itu, Terence akhirnya dibebaskan. Setelah mendapatkan kebebasannya, dia mulai menulis dan mempersembahkan enam komedi brilian kepada penonton Romawi.
Karakter budak dalam komedi Romawi kuno
Budak memainkan peran kunci dalam plot komedi Romawi kuno. Seorang budak dalam komedi kuno dapat dikenali dari penampilannya. Mereka mengenakan tunik pendek dan salah satu topeng khas budak yang biasanya terbuat dari bahan yang lebih ringan.
"Topeng-topeng ini akan membedakan peran," Protic menambahkan. Misalnya antara seorang bangsawan muda dan seorang budak yang meringis.
Baca Juga: Tiga Festival Bangsa Romawi Kuno: Ketika Budak Bisa Pakai Baju Tuannya
Baca Juga: Melawak tentang Politik di Zaman Romawi, Bisa-bisa Nyawa Melayang!
Baca Juga: Penemuan Kalung Budak Romawi 'Pegang Aku Atau Aku Akan Lari!'
Untuk memahami karakter budak dalam komedi Romawi kuno, kita harus melihat tujuh karakter dalam komedi. Karakter stereotipe dalam komedi Romawi adalah: pemuda (adulescens), figur ayah (senex), pedagang budak (leno), prajurit (miles gloriosus), parasit (parasitus), seorang ibu atau istri (matrona), dan wanita muda yang belum menikah (virgo).
Dalam prolog drama Eunuchus, Terence menampilkan budak yang menggosok bahu dengan ibu yang baik, pelacur yang buruk, parasit serakah, dan prajurit yang sombong. Dalam drama, orang tua sering ditipu oleh budak. Sedangkan karakter pemuda yang layak dinikahi ditampilkan oleh karakter budak yang melindungi dari konflik dan menuntunnya melewati tantangan.
Budak dalam karya Plautus
Plautus adalah penulis yang menggerakkan karakter budak ke depan aksi. Saat ini, sekitar dua puluh karyanya masih bertahan. Sebagian menampilkan karakter budak yang pintar.
Beberapa karya komedi Romawi yang paling terkenal termasuk Mercator, Miles Gloriosus, Aulularia, Casina, dan Truculentus karya Plautus. Karakter budak laki-laki lebih menonjol daripada perempuan dalam dramanya. Namun ada tiga budak perempuan yang memiliki peran penting dalam drama Miles Gloriosus, Casina, dan Truculentus.
The Merchant or Mercator adalah komedi Plautus berdasarkan drama Yunani dengan judul yang sama, yang ditulis oleh penyair Athena Filemon. Diyakini ditulis sekitar 206 Sebelum Masehi dan narasi ceritanya berkisar pada konflik antara seorang putra dan seorang ayah yang keduanya pedagang. Pemuda itu jatuh cinta dengan seorang budak perempuan bernama Pasicompsa. Di saat yang bersamaan, sang ayahnya juga tertarik pada budak itu. Kisah ini penuh dengan liku-liku dan melibatkan tiga budak.
Budak Romawi di depan dan di belakang panggung
Selain menjadi pemain, individu yang diperbudak mengambil bagian dalam aspek lain dari teater. Beberapa pemain adalah budak bisa mendapatkan kebebasan (manumissio) jika terbukti menjadi aktor yang baik dan populer.
Selain itu, di sisi lain panggung, ada budak yang menjadi penonton. Mereka biasanya menemani tuan atau nyonya mereka dan menyelinap untuk menonton dari barisan belakang.
Hari ini kita dapat membayangkan komedi kuno ini dimainkan di teater setengah lingkaran yang ditinggalkan di kota-kota Romawi. Penonton pulang ke rumah setelah dihibur oleh drama yang sama yang masih bisa kita nikmati hari ini.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR