Nationalgeographic.co.id—Sejak zaman kuno, selalu ada pro dan kontra tentang politik. Saat itu, politik juga dijadikan bahan lawakan oleh sejumlah komedian bermental baja. Sama halnya di zaman Romawi kuno. Sentimen anti-Romawi mewabah di Asculum, sebuah kota di pantai Adriatik Kekaisaran Romawi. Pada abad pertama Sebelum Masehi, Asculum dan suku-suku Italia lainnya memberontak melawan kekaisaran Romawi yang berkuasa. Melawak menjadi salah satu cara mereka menunjukkan perlawanan. Namun melawak tentang politik di zaman Romawi ini bisa membuat nyawa melayang. Lawak adalah salah satu cara untuk menantang otoritas, tetapi itu juga bisa berarti mempertaruhkan hidup Anda.
Apakah ancaman nyawa melayang bisa menghentikan para komedian untuk tidak menggunakan politik dalam pertunjukkan mereka? Tidak, mereka terus menunjukkan kebencian pada kekaisaran, dengan segala risiko yang mungkin akan dihadapi.
Dalam sebuah cerita yang diceritakan oleh Diodorus Siculus di Library of History, seorang aktor menggambarkan sikap anti-Romawi. Setelah itu, ia tewas dibunuh oleh tentara Romawi tindakannya.
Sejarah seni pertunjukan di zaman Romawi kuno
Bangsa Romawi kuno menikmati beragam pertunjukan teater, dari komedi teater klasik hingga pertunjukan dadakan. Pertunjukan paling awal yang diketahui berasal dari sebuah kota di Italia selatan bernama Atella pada abad ke-4 Sebelum Masehi. Sejarawan Romawi Livy menulis tentang pertunjukan di Romawi sebagai bagian dari festival keagamaan untuk meminta para dewa menangkal wabah. Tapi secara umum, teater dan komedi tidak dianggap sebagai ibadah.
Pertunjukan dipentaskan di teater darurat yang terbuka, tidak seperti amfiteater pertunjukan Yunani. Pompeius menjadi orang pertama yang mendirikan teater permanen di kota Roma pada tahun 55 Sebelum Romawi. Theatrum Pompeii dibangun dari batu dan memiliki tempat duduk untuk ribuan penonton.
“Seiring dengan berkembangnya teater, komedi mulai dipentaskan,” ungkap Lorraine Boissoneault di laman Smithsonian Magazine. Sebagian besar komedian dibayar dengan honor rendah. Namun komedian yang sangat populer, seperti Aesopus dan Roscius, bisa memperoleh pendapatan yang cukup besar.
Komedi politik di Romawi
Ada yang perlu diperhatikan dalam hal memahami komedi politik di zaman Romawi kuno. Jika ingin menafsirkan humor Romawi melalui lensa selera dan budaya modern, ada jurang 2.000 tahun yang menjadi pemisah. Bahkan humor populer dari beberapa dekade yang lalu gagal membuat seseorang tertawa saat ini. Jadi tidak adil untuk mengharapkan lawakan yang berasal dari masa dua milenium lalu itu masih sama lucunya.
Lawak di zaman Romawi mungkin tidak seperti lawak yang kita kenal di zaman modern. Penyair komedi menggunakan permainan kata-kata. Penampilan mereka sebagian besar diimprovisasi. Ekspresi wajah dan kostum digunakan untuk meniru dan mengejek semua orang mulai dari politisi sombong hingga turis.
“Komedi mencandai kita karena kita ingin mempertahankan diri sendiri, berpikir bahwa identitas kita stabil,” tulis profesor klasik Universitas Manchester Alison Sharrock. Dengan kata lain, komedi itu lucu karena menjungkirbalikkan harapan orang Romawi. Apakah itu berarti menyamarkan seorang pelacur sebagai seorang wanita atau melihat seorang budak mengakali tuan mereka.
Source | : | Smithsonian Magazine |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR