Nationalgeographic.co.id - Ketika Anda berkunjung ke Portugal, sejauh mata memandang, ubin keramik biru mengilap atau azulejo ada di mana-mana. Ubin keramik tersebut menghiasi jalanan ibu kota yang berliku. Keindahannya menutupi dinding stasiun kereta api, restoran, bar, mural publik, dan air mancur, gereja, dan bagian depan altar. Azulejo juga mempercantik bangku taman dan trotoar beraspal serta menghiasi fasad bangunan dan rumah di penjuru Portugal. Namun bukan hiasan belaka, ubin azulejo dari Portugal memiliki sejarah penting di balik keindahannya.
Ubin keramik yang bercerita
Seni ubin tradisional menceritakan kisah sejarah pelayaran Portugal yang membanggakan dengan menggambarkan navigator dan kapal terkenal yang disebut karavel.
Seni ubin yang lebih modern mungkin menampilkan hewan seperti harimau dan gajah atau ekspresi geometris kontemporer. Seniman Portugis Maria Keil (1914-2012) menghasilkan karya ubin yang menakjubkan untuk stasiun metro Lisbon di tahun 1950-an.
Warna biru khas azulejo mungkin membuat Anda berpikir bahwa kata tersebut berasal dari azul (kata Portugis untuk biru). Tapi azulejo berasal dari istilah Arab untuk batu kecil yang dipoles halus–aljulej atau azulej. Ini berkembang menjadi azulejo dalam bahasa Portugis.
Sejarah seni ubin azulejo
Penggunaan ubin keramik mengilap dan dekoratif tidak berasal dari Portugal. Karya seni ini membentang kembali ke Asyur dan Babel kuno, menunjukkan kepada kita bahwa dunia kuno dipenuhi dengan warna.
Di negara-negara di mana budaya Islam berkembang, ubin dinding menggunakan desain geometris. “Ini menjadi aspek penting dari seni ubin dan ekspresi keagamaan,” tulis Kim Martins di laman World History Encyclopedia. Kemudian, ubin berkilau untuk digunakan di istana, masjid dan tempat suci, yang menghasilkan warna-warni khas.
Mungkin contoh paling awal dari dekorasi ubin Islam dapat dilihat di Masjid Kubah Batu (Qubbat al-Sakhra) yang terletak di Bukit Bait Suci di Yerusalem. Masjid ini didirikan oleh khalifah Muslim Abd el-Malik pada 688-691 Masehi. Namun Suleiman yang Luar Biasa (1520-1566 M) bertanggung jawab atas renovasi masjid dan penggantian mosaik eksterior dengan ubin berkilauan.
Baca Juga: Trashpresso, Teknologi yang Mampu Ubah Sampah Plastik Menjadi Ubin
Baca Juga: Kebanggaan Alexandria, Mercusuar Pharos Bersinar selama 1.000 Tahun
Masjid Sultan Ahmed di Istanbul, Turki dikenal sebagai Masjid Biru. Lebih dari 20.000 ubin Iznik biru dan putih yang mencolok menutupi interiornya. Iznik adalah pusat produksi ubin dan keramik Turki untuk Kekaisaran Ottoman pada akhir abad ke-15.
Pengaruh Islam dan Italia
Bangsa Moor membawa seni mosaik dan ubin Islam ke Semenanjung Iberia pada abad ke-8 Masehi. Dari situlah seni ubin akhirnya memengaruhi Portugal hingga kini.
Ketika Raja Manuel I dari Portugal mengunjungi Sevilla dan istana Alhambra di Granada, ia terpesona oleh ubin keramik bermotif geometris Islam di sana. Raja Manuel adalah salah satu raja terkaya di dunia Kristen berkat zaman penemuan Portugis (awal abad ke-15 - pertengahan abad ke-17).
Ia pun mengimpor azulejo dari Sevilla dan mendekorasi The Arab Room di istananya di Sintra (Palácio Nacional de Sintra). Pola geometris Muslim Spanyol yang digunakan di ruangan ini disebut mudejar. “Periode dekorasi ubin ini dikenal sebagai Hispano-Moresque,” ungkap Martins.
Ketika wilayah Spanyol dan Portugis di Semenanjung Iberia diambil kembali dari kendali Muslim, Portugis bebas mengembangkan gaya azulejo. Pelukis ubin tidak lagi terikat oleh hukum Islam yang melarang penggambaran sosok manusia. Jadi, saat itu seniman bisa melukis binatang dan manusia, peristiwa sejarah dan budaya, citra keagamaan, bunga, buah, dan burung.
Pada pertengahan abad ke-16 Masehi, pengrajin Italia menetap di Lisbon. Mereka tertarik dengan seni ubin yang berkembang dan kemungkinan menciptakan teknik baru. Salah satu teknik ini adalah majolica Italia. Teknik itu memungkinkan untuk melukis langsung di ubin. Juga menggambarkan berbagai desain yang lebih kompleks seperti tema figuratif dan cerita sejarah. Nossa Senhora da Vida adalah contoh luar biasa dari pengaruh majolica dan pengaruh Renaisans.
Gaya Portugis
Sebastião José de Carvalho e Melo, (1699-1782), memimpin rekonstruksi Lisbon dan ubin keramik arsitektur. Saat itu, ia mengikuti gaya Pombalino. Dikenal sebagai azulejo pombalinos, ubin keramik dipindahkan dari bagian dalam gereja dan bangunan ke bagian luar. Monumen umum dan keagamaan, istana, dinding tangga, rumah, restoran, dan taman, semua dihiasi dengan azulejo. “Azulejo pombalinos juga dianggap sebagai solusi bangunan yang efektif dan murah,” ujar Martins.
Baca Juga: Spionase, Peta Rahasia, dan Pencarian Kekuasaan di Eropa Abad Ke-16
Baca Juga: Perkembangan Islam di Singapura, Kota Perdagangan Laut yang Penting
Penggunaan keramik dekoratif akhirnya meluas hingga perumahan perkotaan dan pembangunan kembali kota. Untuk memenuhi permintaan, pabrik produksi ubin Real Fábrica de Louça dibuka di distrik Rato, Lisbon. Pada tahun 1715, ubin keramik impor asing terakhir diimpor.
Ekspansi Portugis ke luar negeri dimulai pada awal abad ke-14 Masehi menghasilkan pertemuan banyak budaya. Ini pun memengaruhi seni ubin khas Portugal. Azulejo menunjukkan pertemuan budaya-budaya dengan memasukkan gajah, monyet, dan masyarakat adat dari koloni dan wilayah seperti Brasil.
Pada awal abad ke-18 Masehi, pengrajin ubin Portugis mendapat pengaruh besar dari Dinasti Ming (1368-1644) dan Delftware Belanda. Keduanya menyebabkan tampilan visual biru dan putih kobalt pada ubin Azulejo hingga kini.
Desain azulejo dari abad ke-19 melayani selera borjuasi yang baru muncul. Borjuasi ingin azulejo mencerminkan kesuksesan dan status sosial mereka. Para emigran kaya baru yang kembali dari Brasil membawa tren mendekorasi fasad rumah dengan ubin keramik. Ini menjaga interior tetap sejuk dan mengurangi kebisingan dari luar. Akibatnya, ada perpindahan dari panel besar ke azulejo yang lebih kecil dan dieksekusi dengan lebih hati-hati.
Industrialisasi memperkenalkan teknik baru seperti metode transfer-cetak pada azulejo biru dan putih atau polikrom. “Namun ubin yang dilukis dengan tangan tetap populer,” ujar Martins. Produksi massal berarti bahwa ubin dapat diproduksi dengan biaya lebih rendah. Sehingga variasi desain bergaya yang lebih besar, dari pola tradisional hingga adaptasi asing, dapat ditawarkan.
Seiring dengan berjalannya waktu, seni ubin ini pun dianggap kuno. Para elite budaya menolak penggunaannya.
Pada awal abad ke-20 M, seni ubin keramik tidak lagi disukai dan terancam punah. Namun berkat seniman Portugis kontemporer seperti Maria Kell, seni ubin azulejo pun bangkit kembali. Saat itu, stasiun metro dibangun dan ubin digunakan dalam mural sebagai karya seni modernis.
Ubin azulejo bisa dinikmati di museum, istana, atau gereja untuk menikmati sejarah visual Portugal. Namun, Anda juga dapat berjalan-jalan di jalan mana pun di Lisbon dan menemukan azulejo. Seringkali pemilik rumah tampak sedang membersihkan dan memoles azulejo kebanggaannya itu.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR