Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 330 Sebelum Masehi Aleksander Agung menaklukkan Kekaisaran Persia Achaemenid. Ia mengalahkan Kaisar Persia Darius III di Pertempuran Gaugamela pada 331 SM. Setelah kekalahan Darius III, Aleksander pun bergegas menuju ke ibu kota Persia, Persepolis. Setelah menjarah hartanya, sang penakluk itu membakar istana besar dan kota di sekitarnya hingga rata dengan tanah. Aleksander dan pasukannya menghancurkan tulisan-tulisan dan seni keagamaan berusia ratusan tahun bersama dengan. Permata kekaisaran itu pun menjadi abu. Menurut beberapa catatan sejarawan, Aleksander Agung sedang mabuk saat membakar Persepolis. Sehingga ia mungkin tidak sadar dengan tindakannya itu.
Persepolis, permata Kekaisaran Persia Achaemenid
Persepolis dikenal oleh orang Persia sebagai Parsa (Kota Orang Persia). Pembangunan istana dan kota dimulai antara 518-515 Sebelum Masehi oleh Darius I Agung. Ia juga menjadikannya ibu kota Kekaisaran Persia (menggantikan ibu kota lama, Pasargadae).
Ibu kota baru ini kemudian menjadi rumah bagi harta tidak ternilai harganya, seperti karya sastra dan seni dari seluruh Kekaisaran Achaemenid.
Darius I sengaja memilih lokasi kotanya di daerah terpencil, jauh dari ibu kota lama. “Mungkin ini upayanya untuk secara dramatis membedakan pemerintahannya dari raja-raja masa lalu,” tulis Joshua J. Mark di laman World History Encyclopedia.
Kota ini digambarkan oleh sejarawan kuno Diodorus Siculus sebagai yang terkaya di dunia.
Kehancuran Persepolis
Xerxes I, penerus Darius I, menginvasi Yunani pada 480 Sebelum Masehi. Ia membakar desa-desa, kota-kota dan kuil-kuil (termasuk Parthenon Athena).
Invasi perang Persia itu melukai orang Yunani. Itu akhirnya menjadi motivasi utama mengapa Aleksander membalas dendam dan membakar Persepolis. Namun beberapa sejarawan mencatat bahwa Aleksander dan anak buahnya mabuk ketika mereka memutuskan untuk menghancurkan kota.
Ketika Aleksander Agung tiba di Persepolis, kota itu adalah salah satu yang paling mengesankan di dunia. Dan ketika ia pergi, Persepolis menjadi reruntuhan. Kelak selama beberapa generasi, reruntuhan Persepolis hanya dikenal sebagai 'tempat empat puluh kolom'. “Itu adalah kolom istana yang tersisa yang berdiri tegap di antara reruntuhan,” ujar Mark.
Aleksander Agung terkenal akan minatnya pada seni dan ilmu pengetahuan. Ia juga mencintai budaya Persia. Namun mengapa ia tega membakar ibu kota yang begitu berharga itu? Jika karena dendam, ia bisa merebut dan menguasai Persepolis yang kaya itu.
Sebagian besar sejarawan setuju bahwa api itu dimulai atas hasutan Thais, seorang hetaira atau pelacur dari Athena. Thais saat itu adalah kekasih Ptolemy I, salah satu jenderal Aleksander. Namun sejarawan Athenaeus mengeklaim bahwa Aleksander sering ditemani oleh Thais.
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa para penakluk dari Makedonia itu merayakan kemenangan dengan anggur yang berlimpah. Mereka kemudian memutuskan untuk membakar ibu kota sebagai pembalasan atas pembakaran Athena pada 480 Sebelum Masehi.
Namun sejarawan kuno Arrian berpendapat lain soal pembakaran Persepolis itu.
Diodorus Siculus
Salah satu kisah paling terkenal tentang pembakaran kota besar berasal dari sejarawan Diodorus Siculus dalam Bibliotheca Historica. Ia menggambarkan kisah pembakaran Persepolis sebagai berikut:
Aleksander menggambarkan Persepolis kepada orang Makedonia sebagai musuh terburuk mereka di antara kota-kota Asia. Ia menyerahkannya kepada para prajurit untuk dijarah, kecuali istana kerajaan. Orang-orang Makedonia bergegas ke sana, membunuh semua orang dan menjarah rumah-rumah.
Istana kerajaan yang agung, yang terkenal di seluruh dunia yang berpenghuni, dikutuk dengan kehinaan dari kehancuran total. Orang Makedonia menghabiskan sepanjang hari dalam penjarahan tetapi masih tidak bisa memuaskan keserakahan mereka yang tak habis-habisnya. Karena Persepolis telah melampaui semua kota lain dalam kemakmuran, jadi dia sekarang melampaui mereka dalam kemalangan.
Alexander sangat memusuhi penduduk setempat dan tidak mempercayai mereka. Ia ingin menghancurkan Persepolis sepenuhnya.
Sang penakluk dari Makedonia itu pun mengadakan pertandingan untuk merayakan kemenangannya. Suatu hari ketika para sahabat sedang berpesta dan mabuk-mabukan, kegilaan yang kejam menguasai mereka. Salah satu wanita yang hadir, Thais, menyatakan bahwa akan menjadi pencapaian terbesar Aleksander di Asia untuk bergabung dalam prosesi mereka dan membakar istana kerajaan.
Seseorang berteriak untuk memimpin prosesi dan menyalakan obor. Ia mendesak mereka untuk menghukum kejahatan yang dilakukan terhadap tempat-tempat suci Yunani. Yang lain ikut menangis dan berkata bahwa hanya Aleksander yang layak atas perbuatan ini.
Sejumlah obor dengan cepat dikumpulkan. Aleksander memimpin upacara dengan sang pelacur. Semua pun masing-masing melempar obor dan api melahap habis pertama Kekaisaran Persia Achaemenid itu.
Sejarawan kuno Quintus Rufus dan Plutarch juga meninggalkan catatan yang sama tentang siapa yang membakar Persepolis.
Arian
Akan tetapi, sejarawan Arrian dari Nikomedia tidak setuju dengan sejarawan-sejarawan lain. Dalam catatannya, ia menggunakan sumber-sumber utama Ptolemy dan Aristobulus, keduanya diduga sebagai saksi mata peristiwa tersebut. Arian mengeklaim:
Ptolemy dan Aristobulus adalah penulis yang paling dapat dipercaya tentang penaklukan Aleksander. Mereka bertempur bersama Aleksander. Sedangkan Ptolemy adalah raja. “Akan sangat memalukan bagi seorang raja jika ia mengisahkan kebohongan,” tulis Arrian.
Arrian percaya motivasi untuk membakar Persepolis begitu jelas. Dia tidak repot-repot menjelaskan lebih jauh, apa yang dia lihat, menyatakan yang sudah jelas.
Menurut Arrian, Persepolis dengan sengaja dan sadar dibakar sebagai pembalasan atas orang Persia yang membakar Athena pada 480 Sebelum Masehi.
Arrian menulis, "Aleksander membakar istana di Persepolis untuk membalas dendam orang-orang Yunani. Sebab orang-orang Persia telah menghancurkan kuil-kuil dan kota-kota Yunani dengan api dan pedang."
Karena baik Ptolemy maupun Aristobulus tidak mengeklaim pengetahuan tentang pesta mabuk yang mengarah ke api, Arrian menganggap tidak ada pesta seperti itu.
Namun dia, sendiri, mengatakan, "bahkan penulis yang paling dapat dipercaya, orang-orang yang benar-benar bersama Aleksander pada saat itu, telah memberikan laporan yang bertentangan tentang peristiwa yang pasti sangat mereka kenal". Ia mengakui bahwa apa yang sebenarnya mendorong pembakaran Persepolis mungkin tidak akan pernah diketahui.
Diodorus mencatat penyebab lain mengapa Aleksander membakar kota itu, meski tidak dijelaskan secara terang-terangan. Dia mengungkapkan bahwa ketika Aleksander dan pasukannya mendekati Persepolis, mereka bertemu dengan kerumunan 800 pengrajin Yunani. Mereka semua ditawan di Persepolis.
Orang-orang ini—pria dan wanita tua—telah ditawan bertahun-tahun sebelumnya. Sebagai pekerja terampil, mereka ditugaskan untuk berbagai tugas di kota. Namun, tawanan dari Yunani itu dimutilasi—beberapa kehilangan tangan atau kaki—sehingga tidak dapat melarikan diri.
Baca Juga: Tidak Membusuk setelah Meninggal, Apakah Alexander Agung itu Dewa?
Baca Juga: Bucephalus, Kuda Kesayangan Alexander yang Dijadikan Nama Kota
Baca Juga: Seorang Petinggi Mesir Mengklaim Temukan Makam Alexander Agung
Aleksander sangat tersentuh ketika bertemu dengan para pengrajin ini. Dan ini mungkin memotivasi Aleksander untuk memperlakukan Persepolis dengan buruk. Pasalnya, saat bergerak ke kota Susa—yang menyerah tanpa perlawanan—ia melarang pasukannya merusaknya atau melukai warga mana pun. Sebaliknya, ketika dia tiba di Persepolis, dia membiarkan pasukannya dengan bebas melakukan apapun yang mereka mau. Ini termasuk penjarahan, pembunuhan, dan pemerkosaan.
Apa pun motivasi Aleksander, dikatakan bahwa dia menyesali tindakannya keesokan paginya. “Penyesalan itu terus berlanjut selama sisa hidupnya yang singkat,” Mark menambahkan lagi.
Kehancuran Persepolis merupakan kerugian besar dari akumulasi pembelajaran, seni, dan budaya Persia kuno. Karya-karya agama Zoroastrianisme awal, yang ditulis di atas perkamen kulit kambing, dihancurkan bersama dengan karya seni, permadani, dan artefak budaya tak ternilai lainnya.
Catatan administrasi kota, yang ditulis dalam lempengan tanah liat runcing, dibakar dengan api dan terkubur di bawah puing-puing. Lempengan itu bertahan hingga hari ini dan memberi para arkeolog informasi penting tentang Kekaisaran Persia.
Meski begitu, apa yang hilang dalam api telah lama diakui sebagai sesuatu yang tak tergantikan.
Source | : | World History Encyclopedia |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR