Nationalgeographic.co.id—Sebelum ada proyek Nada Nusantara, Anak Agung Gede Krisna Dwipayana yang biasa disapa sebagai Gung Krisna adalah satu-satunya orang tersisa yang bisa membuat alat musik penting di Karangasem, Bali. Ya, nama alat musik ini "penting" dan kini menjadi genting karena nyaris punah.
Selama berbulan-bulan di masa pandemi Gung Krisna sudah tidak memproduksi alat musik tersebut. Istrinya sedang sakit sehingga Gung Krisna harus berfokus merawatnya.
Lewat proyek Nada Nusantara yang digalakkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud RI) serta Yayasan Atma Nusvantara Jati (ATSANTI), akhirnya kini Gung Krisna kembali memproduksi alat musik petik yang memiliki sapta nada dan bentuknya menyerupai Taisho Koto alat musik asal Jepang itu. Gung Krisna juga sudah mengajarkan cara membuat penting kepada 10 anak muda sehingga setidaknya kini masih ada 11 orang yang bisa membuat alat musik tersebut, termasuk Gung Krisna yang tahun ini telah berumur 55 tahun.
Nada Nusantara adalah sebuah upaya preservasi, inspirasi, dan regenerasi musik dan alat musik tradisi di tiga daerah di Indonesia, yaitu Karangasem, Bali; Ambon, Maluku; dan Jawa Tengah. Proyek ini melibatkan 162 musisi tradisional di tiga daerah tersebut.
Program ini juga melibatkan musisi-musisi papan atas nasional, yakni Ridho Hafiedz (Ridho Slank) sebagai music director di tiga daerah tersebut, serta Ardhito Pramono, Yura Yunita, dan Marcello Tahitoe (Ello) sebagai musisi kolaborator, masing-masing di Maluku, Bali, dan Jawa Tengah.
Proyek ini dimulai sejak Mei 2022 dan berhasil menelurkan tiga film dokumenter yang masing-masing berdurasi 45 menit sampai 1 jam pada akhir November 2022. Ketiga film ini digawangi oleh sutradara independen Linda Ochy dan masing-masing berjudul “Nada-Nada Penting (The Most Important Serenade)” untuk episode Bali, “Mena Musik Amboina (The Ballad from Ambon)” untuk episode Maluku, dan “Musik Bhumi Sambhara Budhara (Music on the Mountain of Knowledge)” untuk episode Jawa Tengah.
Ketiga film dokumenter di atas merekam jejak perjalanan Ridho Slank, Ardhito
Pramono, Yura Yunita, dan Ello dalam mengenal budaya, sejarah, musik,
hingga belajar alat-alat musik tradisional langsung dari para maestro musik tradisi di Maluku, Bali, dan Jawa Tengah. Lalu terciptalah lagu "Nusa Ina" di Maluku, "Nada-Nada Kaya" di Bali, dan "Ku Selalu di Sini" di Jawa Tengah, hasil kolaborasi para musisi pop nasional itu dengan para musisi tradisi di tiga daerah tersebut.
Berawal dari Kegelisahan
Ria Pinasthia dari ATSANTI mengatakan bahwa program ini bermula dari keresahan ATSANTI dan Kemendikbud saat mengadakan lomba alat musik tradisi pada 2020. "Ketika kami membuka (pendaftaran) batas (peserta)-nya untuk usia 35 tahun ke bawah, kami melihat di situ mulai ada keresahan bahwa sang maestro hanya ada di umur 40 tahun ke atas, bahkan 50 tahun ke atas," ujar Ria dalam acara konferensi pers dan peluncuran tiga film dokumenter Nada Nusantara di CGV fX Senayan, Rabu, 7 Desember 2022.
Anak-anak muda di banyak daerah hanya bisa memainkan satu-dua alat musik tradisi, tapi tidak memahani cara memainkan semua alat musik yang perlu dilakukan dalam sebuah kelompok kesatuan dan tidak bisa membuat alat-alat musik tersebut.
Kegelisahan ATSANTI seolah didengar semesta. Semesta memmpertemukan ATSANTI, yang ingin membuat film dokumenter bertajuk "Nusantara dalam Nada" untuk melestarikan alat-alat musik tradisi, dengan Linda Ochy, sutradara yang juga hendak membuat film bertema serupa dengan judul "Nada Nusantara". Akhirnya judul dari Linda yang dipakai dalam proposal mereka yang kemudian mereka tawarkan kepada Kemendikbud.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR