"Kami mendemonstrasikan temuan baru bahwa sel-sel yang rusak di marimo dapat memperbaiki dirinya sendiri bahkan setelah terpapar simulasi sinar matahari yang kuat hingga empat jam pada suhu dingin (2-4 derajat celcius), bila diikuti dengan paparan cahaya sedang hanya selama 30 menit. Cahaya sedang ini memiliki efek restoratif yang tidak terjadi dalam gelap. Namun, ketika terkena sinar matahari yang kuat selama enam jam atau lebih, sel-sel tertentu yang terlibat dalam fotosintesis rusak dan alga mati, bahkan setelah dirawat dengan cahaya sedang," jelas Kono. "Hasil ini menunjukkan bahwa photoinhibition (ketidakmampuan untuk berfotosintesis karena kerusakan sel) akan menjadi ancaman serius bagi marimo di Danau Akan, yang menerima sinar matahari lebih dari 10 jam sehari di musim dingin, jika pemanasan global berlanjut dan lapisan es menyusut."
Selanjutnya, tim ingin mencari tahu apa yang akan terjadi pada bola marimo utuh dan apakah hasilnya akan sama dengan utas yang lebih kecil.
“Dalam penelitian ini, kami menggunakan sel berfilamen yang dibedah, jadi kami tidak mempertimbangkan efek dari struktur marimo sferis dan bagaimana itu dapat melindungi dari paparan cahaya terang. Namun, jika kerusakan sel permukaan meningkat di bawah paparan sinar matahari langsung yang lebih lama, dalam kasus ekstrem, hal ini dapat memengaruhi pemeliharaan tubuh bulat mereka dan menyebabkan hilangnya marimo raksasa. Jadi, kami perlu terus memantau kondisi di Danau Akan ke depannya," ujar Kono.
Kono berharap penelitian ini akan membantu pemerintah lokal dan nasional untuk memahami kebutuhan mendesak untuk melindungi marimo Jepang yang unik dan habitatnya. “Kami juga berharap ini menjadi kesempatan bagi semua orang untuk berpikir serius tentang dampak pemanasan global,” ujarnya.
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR