Nationalgeographic.co.id—"Asatro" adalah kepercayaan yang memuja dewa-dewa Norse. Agama tersebut tidak hanya melibatkan para dewa, tetapi juga pemujaan terhadap raksasa dan leluhur.
Sejatinya kepercayaan terhadap dewa Norse telah ada sejak zaman kuno, namun orang-orang Nordik belum menamai kepercayaannya itu. Istilahnya muncul di era yang relatif modern.
"Istilah Asatro mulai populer pada abad ke-19," tulis Emma Groenveld kepada World History dalam artikel berjudul Norse Mythology yang diterbitkan pada 2 November 2017.
Oleh karena itu, mereka menyebutnya "cara lama" atau yang mereka sebut dalam istilah Nordik dengan Forn Sidr. Kepercayaan ini jelas berlawanan dengan agama Kristen yang mereka anggap sebagai "cara baru."
Masyarakat agama Nordik terbesar berada di Denmark yang juga dikenal dengan istilah Forn Sidr. Agama ini diresmikan sekira tahun 1997, dengan jumlah 600 anggota dan merupakan satu-satunya masyarakat agama Nordik yang disetujui secara resmi di Denmark.
Penganut agama Nordik kuno juga dapat ditemukan di Swedia, Norwegia, dan Islandia. Ada juga beberapa kelompok di Inggris Raya dan Amerika Serikat.
Hari ini, Asatro atau Forn Sidr sebagai agama tradisi "mulai kembali dihidupkan dari kepercayaan Viking dan mitos yang diturunkan melalui sumber tertulis, terutama karya puisi yang dikenal sebagai Elder and Younger Edda," imbuhnya.
Untuk merasakan kekuatan nenek moyang mereka, penganut agama Nordik kuno pergi ke situs pemujaan pra-Kristen (sebelum agama Kristen tersebar di Skandinavia), di mana mereka memberikan persembahan kepada para dewa.
Lokasi yang dipilih sebagai lokasi persembahan berbentuk gundukan pemakaman Zaman Perunggu atau tempat pengaturan kapal di Zaman Viking.
Mereka yang berpartisipasi dalam pengorbanan dipimpin oleh seorang "Gode" (pendeta kultus pria) atau "Gydje" (pendeta kultus wanita). Biasanya para peserta akan membentuk lingkaran dalam ritus mereka.
Filosofi lingkaran layaknya menciptakan "ruang suci"—semacam portal ke dunia para dewa di dalam lingkaran.
Source | : | World History |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR