Berdasarkan sisa-sisa yang ditemukan, diyakini bahwa orang-orang ini dibunuh oleh tombak yang ditancapkan di kepala. Setelah dikurbankan, tubuh mereka akan ditempatkan secara dekoratif di sekeliling tuannya. Mereka sering dimakamkan dengan alat apa pun yang mereka perlukan untuk terus melayani tuannya.
Orang Hawaii kuno
Percaya atau tidak, orang Hawaii kuno cukup sering melakukan ritual pengurbanan. Peradaban ini percaya bahwa mereka bisa mendapatkan bantuan dari Ku, dewa perang, dengan mengurbankan manusia lain.
Jika dewa perang membantu, mereka akan memenangkan setiap pertempuran. Pengurbanan ini dilakukan di kuil suci yang didedikasikan untuk Ku yang disebut Heiau.
Para kurban, yang seringkali merupakan pemimpin dari suku lain, akan digantung terbalik di rak kayu dan disiksa selama beberapa jam. Setelah itu, pendeta akan diurapi dengan keringat para kurban, dikumpulkan dengan hati-hati selama proses penyiksaan.
Kurban kemudian akan dipukuli dengan pentungan sampai tubuhnya empuk. Dagingnya akan dikonsumsi (baik dimasak atau mentah) oleh pendeta dan pemimpin suku lainnya yang hadir.
Peradaban Inca sering menggunakan ritual pengurbanan sebagai cara untuk menenangkan para dewa.
Dulu, suku Inca menghadapi banyak bencana alam, antara lain gempa bumi, banjir, dan letusan gunung berapi. Mereka kemudian memutuskan bahwa pengurbanan manusia akan menenangkan para dewa. Juga mengakhiri penderitaan penduduk ketika terjadi bencana alam tersebut.
Pada awalnya, kurbannya adalah tawanan perang. Namun ketika bencana alam tidak berhenti setelah pengurbanan tawanan perang dilakukan, mereka mulai menggunakan anak-anak. Keyakinannya adalah bahwa anak-anak lebih polos dan murni daripada tahanan. “Ini tentu lebih menyenangkan para dewa,” Leigh menambahkan lagi.
Akhirnya, anak-anak mulai dibesarkan dengan tujuan tunggal untuk dikurbankan bagi para dewa. Anak-anak ini harus tetap sehat secara fisik dan akan diberi makan serta diperlakukan dengan baik sampai kematian mereka. Ini sama seperti hewan yang sering disiapkan untuk disembelih.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR