Nationalgeographic.co.id—Apa yang spesial dari James Webb Space Telescope (JWST)? Teleskop Luar Angkasa James Webb adalah observatorium inframerah yang akan melengkapi dan memperluas penemuan Teleskop Luar Angkasa Hubble, dengan cakupan panjang gelombang yang lebih panjang dan sensitivitas yang jauh lebih baik.
Lalu, apa yang akan terjadi pada Hubble setelah James Webb Space Telescope beroperasi? Yang jelas, tugas teleskop Hubble akan diteruskan bahkan dilengkapi oleh Teleskop James Webb. Ini berarti Hubble akan dihentikan pengoperasiannya.
Sejak JWST berhasil diluncurkan dan beroperasi, banyak sekali hal-hal menakjubkan di luar angkasa yang berhasil terungkap secara lebih detail. Mulai dari wilayah pembentukan bintang, penemuan galaksi yang mirip dengan Bimasakti, bintang-bintang dan planet baru, bahkan tempat-tempat di luar angkasa yang sebelumnya terselubung. Temuan James Webb terbaru kali ini adalah mengungkap wilayah yang sebelumnya sulit untuk dipelajari.
Sebuah tim internasional termasuk Southwest Research Institute, Universitas Leiden, dan NASA menggunakan pengamatan dari JWST untuk mendapatkan pandangan tergelap dari awan antarbintang yang padat. Pengamatan ini telah mengungkapkan komposisi ‘peti harta karun virtual’ dari alam semesta awal.
Temuan ini memberikan wawasan baru ke dalam proses kimia dari salah satu tempat terdingin dan tergelap di alam semesta serta asal-usul molekul yang membentuk atmosfer planet. Dalam makalah yang berjudul “An Ice Age JWST inventory of dense molecular cloud ices,” hasil kajian dari tim diterbitkan dalam jurnal Nature Astronomy pada 23 Januari 2023.
"JWST memungkinkan kami untuk mempelajari es yang ada pada butiran debu di dalam wilayah tergelap awan molekul antarbintang," kata Ilmuwan Riset SwRI Dr. Danna Qasim, salah satu penulis studi tersebut. "Awan sangat padat sehingga sebagian besar es ini terlindungi dari radiasi keras bintang-bintang di dekatnya, jadi mereka cukup murni. Ini adalah es pertama yang terbentuk dan juga mengandung unsur biogenik, yang penting bagi kehidupan."
JWST NASA memiliki cermin selebar 6,5 meter yang memberikan resolusi dan sensitivitas spasial yang luar biasa, dioptimalkan untuk cahaya inframerah. Hasilnya, teleskop mampu mencitrakan awan terpadat dan tergelap di alam semesta untuk pertama kalinya.
“Pengamatan ini memberikan wawasan baru ke dalam proses kimia di salah satu tempat terdingin dan tergelap di alam semesta untuk lebih memahami asal molekul cakram protoplanet, atmosfer planet, dan objek Tata Surya lainnya,” tutur Qasim.
Sebagian besar es antarbintang mengandung sejumlah kecil unsur seperti oksigen dan belerang. Qasim dan rekan penulisnya berusaha memahami kekurangan belerang di es antarbintang.
Baca Juga: James Webb Singkap Piringan Berdebu di Sekitar Bintang Kerdil Merah
Baca Juga: Planet Ekstrasurya Hasil Pantauan Teleskop James Webb Pertama Kalinya
Baca Juga: Teleskop James Webb Mengungkap Hubungan Antara Galaksi Dekat dan Jauh
Baca Juga: Teleskop James Webb Menguak Galaksi Awal Alam Semesta yang Tersembunyi
"Es yang kami amati hanya mengandung 1% belerang yang kita harapkan. 99% belerang itu terkunci di tempat lain, dan kita perlu mencari tahu di mana untuk memahami bagaimana belerang pada akhirnya akan dimasukkan ke dalam planet yang mungkin menampung kehidupan," jelas Qasim.
Dalam studi tersebut, Qasim dan rekannya mengusulkan bahwa belerang mungkin terkunci dalam mineral reaktif seperti besi sulfida, yang dapat bereaksi dengan es untuk membentuk es yang mengandung belerang yang diamati.
“Besi sulfida adalah mineral yang sangat reaktif yang telah terdeteksi di piringan akresi bintang muda dan sampel yang dikembalikan dari komet. Ini juga merupakan mineral sulfida paling umum di batuan bulan,” kata Qasim. "Jika belerang terkunci dalam mineral ini, itu bisa menjelaskan rendahnya jumlah belerang dalam es antarbintang, yang berimplikasi pada tempat penyimpanan belerang di Tata Surya kita. Misalnya, atmosfer Venus memiliki molekul yang mengandung belerang, yang sebagian belerangnya berasal dari mineral yang diwariskan antarbintang."
Source | : | Eurekalert |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR