Nationalgeographic.co.id—Pada tahun 1970-an, para arkeolog menggali seekor mastodon jantan dari sedimen di dasar kolam ketel di situs Manis, Washington. Para ilmuwan kemudian menemukan pecahan proyektil buatan manusia di tulang rusuk fosil mastodon tersebut.
Pecahan proyektil tersebut berusia sekitar 13.900 tahun dan secara morfologis berbeda dari proyektil lainnya dari budaya Clovis yang berusia 13.000 tahun.
Artefak, yang terbuat dari tulang mastodon, menunjukkan bahwa manusia yang mendahului Clovis membuat dan menggunakan senjata tulang untuk berburu megafauna di Pacific Northwest.
Memang tidak ada perkakas batu yang ditemukan di lokasi penemuan fosil mastodon tersebut, tetapi interaksi manusia dengan mastodon ditunjukkan oleh tulang dengan patahan spiral yang baru diidentifikasi.
Serpihan yang diambil dari tulang panjang, dan tulang dengan bekas luka. Selain itu, ujung tulang rusuk kanan mastodon memiliki pecahan benda asing yang tertanam di dalamnya.
Temuan tersebut telah dijelaskan dalam jurnal Science Advances dengan judul "Late Pleistocene osseous projectile point from the Manis site, Washington—Mastodon hunting in the Pacific Northwest 13,900 years ago."
Pecahan asing itu ditafsirkan sebagai ujung titik proyektil yang pecah saat menabrak dan memasuki tulang rusuk mastodon.
Dalam studi baru ini, Profesor Michael Waters dari Texas A&M University dan rekannya menggunakan pemindaian mikro-CT resolusi tinggi dan perangkat lunak 3-D untuk mempelajari benda asing tersebut.
Mereka mengisolasi semua fragmen untuk menunjukkan bahwa itu adalah ujung titik proyektil buatan manusia dengan panjang 34,5 mm, lebar 16,9 mm, dan tebal 5,8 mm.
Menurut tim, pecahan itu tertanam di tulang rusuk saat mastodon masih hidup, yang ditunjukkan dengan penyembuhan yang terlihat di sekitar lokasi luka.
Studi genetik menunjukkan bahwa fragmen tulang yang tertanam di tulang rusuk berasal dari mastodon.
“Kami mengisolasi fragmen tulang, mencetaknya dan menyusunnya,” kata Profesor Waters.
Source | : | Science Advances,Sci News |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR