Nationalgeographic.co.id—Kecepatan perubahan lingkungan sangat menantang bagi organisme liar. Saat terpapar ke lingkungan baru, tumbuhan dan hewan individu berpotensi menyesuaikan biologi mereka. Hal ini untuk mengatasi tekanan baru yang mereka hadapi dengan lebih baik. Proses ini dikenal sebagai plastisitas fenotipik.
Plastisitas fenotipik adalah kemampuan suatu organisme untuk berubah sebagai respons terhadap rangsangan atau masukan dari lingkungan. Sinonimnya adalah respons fenotipik, fleksibilitas, dan sensitivitas kondisi.
Plastisitas kemungkinan penting pada tahap awal kolonisasi tempat baru atau saat terpapar zat beracun di lingkungan.
Penelitian baru yang dipublikasikan di jurnal Nature Ecology & Evolution berjudul “Genetic assimilation of ancestral plasticity during parallel adaptation to zinc contamination in Silene uniflora,” menunjukkan bahwa plastisitas awal dapat memengaruhi kemampuan adaptasi genetik selanjutnya untuk menaklukkan habitat baru.
Campion Laut (Silene uniflora), bunga liar pesisir dari Inggris dan Irlandia ini telah beradaptasi dengan limbah pertambangan era industri yang kaya seng dan beracun yang membunuh sebagian besar spesies tanaman lainnya. Tumbuhan yang tahan seng telah berevolusi dari populasi pesisir yang peka terhadap seng secara terpisah di tempat yang berbeda, beberapa kali.
Untuk memahami peran plastisitas dalam adaptasi cepat, tim peneliti yang dipimpin Universitas Bangor melakukan percobaan pada bunga campion laut.
Karena toleransi seng telah berevolusi beberapa kali, ini memberi para peneliti kesempatan untuk menyelidiki apakah plastisitas leluhur memungkinkan gen yang sama digunakan oleh populasi berbeda yang terpapar ke lingkungan yang sama.
Dengan mengekspos tanaman yang toleran dan sensitif terhadap lingkungan yang jinak dan terkontaminasi seng dan mengukur perubahan ekspresi gen pada akar tanaman, para peneliti dapat melihat bagaimana plastisitas nenek moyang pesisir telah membuka jalan bagi adaptasi berlangsung dengan sangat cepat.
"Campion laut biasanya tumbuh di tebing dan pantai berbatu, tetapi penambangan membuka ceruk baru bagi mereka yang tidak dapat dieksploitasi tanaman lain. Penelitian kami telah menunjukkan bahwa beberapa plastisitas menguntungkan pada tanaman pantai telah membantu tanaman tambang untuk beradaptasi begitu cepat," jelas Dr Alex Papadopulos, dosen senior di Bangor University.
“Hebatnya, jika gen merespons lingkungan baru dengan cara yang menguntungkan pada tanaman leluhur, kemungkinan besar gen itu akan digunakan kembali di semua garis keturunan yang secara independen beradaptasi dengan lingkungan baru,” tambah Alex. “Plastisitas fenotipik mungkin membuatnya lebih mungkin bahwa akan ada hasil evolusi yang sama jika pita kehidupan diputar ulang. Jika kita memahami respons plastis yang dimiliki spesies terhadap perubahan lingkungan, kita mungkin lebih siap untuk memprediksi dampak perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati."
Source | : | Phys.org,Bangor University |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR