Sekiranya di tahun 1927, Persis telah mempunyai kelompok diskusi keagamaan yang diikuti oleh anak-anak muda yang telah menjalani masa studinya di sekolah-sekolah menengah pemerintah dan yang ingin memperlajari Islam secara sunguh-sungguh.
Belanda tentu saja resah akan perkembangan madrasah, atau juga organisasi kemsyarakatan yang memiliki lembaga pendidikan, lalu keluarlah peraturan yang menetapkan madrasah sebagai “sekolah liar.”
Baca Juga: Bela Diri Pencak dari Sarekat Islam, Lahir Untuk Melawan Penjajahan
Baca Juga: Lika-liku Perdagangan Lada dari Romawi hingga Era Nabi Muhammad
Baca Juga: Perkembangan Islam di Singapura, Kota Perdagangan Laut yang Penting
Baca Juga: Jejak Raja Islam di Imogiri Tak Lepas dari Budaya Jawa-Hindu
Meskipun dibatasi pemerintah, Persis malah bertambah kuat. Terlebih, setelah semangat Pan Islamisme bergemuruh, seakan cendekiawan muslim di Nusantara mendapat tambahan wawasan untuk memajukan pendidikan yang ada di tanah air.
"Dan pada giliran sejarah berikutnya, dari tangan dan fatwa para ulama dan cendekia muslim, nasib bangsa Indonesia ditentukan," pungkasnya. Berkat Persis, secara berangsur-angsur, kekuatan muslim terbentuk.
Menyebar dan berkembang di kawasan Bandung hingga hampir di seluruh pelosok Nusantara, Persis menggelorakan persatuan. Sampai merengkuh kemerdekaannya, Peris telah menjadi kelompok sosial keagamaan yang besar di Indonesia.
Source | : | Kuttab: Jurnal Ilmu Pendidikan Islam |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR