Nationalgeographic.co.id—Sebelum dikenal dengan nama Cirebon dan aktivitas masyarakat modern di dalamnya, pemukiman awal itu bernama Caruban. Di sanalah pusat peradaban Kerajaan Galuh berkembang.
Caruban yang berada di pedalaman disebut juga sebagai Caruban Girang. Dikelilingi kawasan pesisir, wilayah utara Caruban yang dikelilingi laut itu disebut Muhara Jati.
Muhara Jati dalam tulisan A. Sobana Hardjasaputra dan tim penulis lainnya (2011) dalam buku berjudul Cirebon dalam Lima Zaman (Abad ke-15 Hingga Pertengahan Abad ke-20) merupakan tempat bermukimnya para nelayan sekaligus pelabuhan.
Pelabuhan di Muhara Jati dianggap sebagai salah satu pelabuhan penting bagi pelayaran di Pulau Jawa sejak abad ke-13. Kondisinya selalu ramai bagi pelayar yang melabuhkan kapalnya dan berlalu lalang kala itu.
Aktivitas pelabuhan dan berlabuhnya sejumlah kapal asing, tak pelak mendorong berkembangnya agama Islam di Caruban melalui Muhara Jati pada abad ke-14. Syekh Quro dan Syekh Nurdjati menjadi ikon penting dalam penyebaran Islam di sana.
Salah satu cikal bakal penamaan Caruban hingga Cirebon diperkirakan juga karena adanya pengaruh tokoh-tokoh Islam di sana. Abdullah Imam—salah satu tokoh ulama—memiliki kebiasaan untuk menangkap ikan dan rebon (udang kecil).
"Rebon seketika ditumbuk dan dijadikan sebagai terasi untuk penyedap makanan," tambah Sobana dan tim. Pembuatan terasi yang melezatkan makanan akhirnya mulai tersebar beritanya ke daerah lainnya.
Alhasil, orang-orang yang mendengar berita temuan terasi yang lezat membuat pemukiman Tegal Alang-Alang—pemukiman yang baru dibuka dan menjadi tempat tinggal Abdullah Imam—menjadi ramai pendatang yang penasaran dengan terasi.
Setelah banyaknya pendatang yang memutuskan untuk bermukim sebagai pembuat dan penjual terasi, Tegal Alang-Alang dikenal sebagai Sarumban yang kemudian dikenal luas dengan istilah Caruban.
Adapun perkembangan pengolahan udang kecil menjadi terasi juga melatarbelakangi perubahan nama dari Caruban menjadi Cirebon. Penamaan itu berdasar pada Ci (air) dan Rebon (udang kecil).
Geliat perdagangan laut menjadi salah satu identitas yang dimiliki oleh rakyatnya sejak awal perkembangan Islam. Banyak kegiatan ekspor dan impor komoditas dagang berlangsung selama beberapa tahun lamanya.
Source | : | Cirebon dalam Lima Zaman (2011) |
Penulis | : | Galih Pranata |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR