"Saya terkejut" kata Roca ketika mendapatkan hasilnya. Dengan menjalankan urutan data yang diperoleh dari kartu melalui basis data genomik, tim menemukan informasi genomik di dalam kotoran.
"Awalnya saya pikir kami mungkin mendapatkan DNA gajah dari kartu, tetapi saya hanya memperkirakan 2 persen (saja)," lanjutnya. "Namun, rata-rata, lebih dari 12 persen DNA berkaitan dengan gajah."
Tim berhasil mendapatkan sampel data yang lebih banyak tentang gajah, seperti komposisi mikroba ususnya, habitatnya, dan pola makannya. Dari pengamatan bahkan terdeteksi DNA kupu-kupu dan antropoda lain yang berinteraksi dengan kotoran tersebut setelah disimpan.
Baca Juga: Dunia Hewan: Jika Gajah Punah, Tingkat Karbon di Atmosfer Akan Tinggi
Baca Juga: Ditakuti Gajah, Pasukan Romawi Kuno Menggunakan Babi untuk Berperang
Baca Juga: Dunia Hewan: Gajah Hidup Lebih Bernilai Berkali Lipat Ketimbang Mati
Baca Juga: Dunia Hewan: Gajah Asia Malah Menyukai Habitat di Tepi Kawasan Lindung
Oleh karena itu, para peneliti berani mengklaim hasil ini lebih murah dibandingkan dengan metode laboratorium yang hanya menargetkan DNA gajah. Roca menambahkan, penelitian ini juga sebanding dengan yang diperoleh jika hanya mengambil sampel gajah.
“Anda bisa mengeksplorasi konektivitas populasi gajah yang berbeda, tingkat keragaman genetik, tingkat perkawinan sedarah dan keterkaitan antar gajah,” ungkap Roca. “Dan menurut saya ada banyak alasan mengapa Anda tidak ingin mengumpulkan sampel darah dari gajah liar.”
“Sangat bermanfaat untuk mendapatkan ide tentang semua yang ada di sana (kotoran gajah) karena sekarang Anda dapat mulai mengajukan pertanyaan, tidak hanya tentang genom gajah tetapi juga tentang hal-hal seperti kesehatan mereka, pola makan mereka dan apakah ada patogen atau parasit,” kata de Flamingh.
Memang ada banyak yang bisa para peneliti lakukan jika mendapatkan sampel darah gajah. Namun, Flamingh menjelaskan, hasil analisis dari kotoran gajah bisa membuat para peneliti dapat melakukan analisis yang tidak bisa diungkap dengan DNA darah."
Ide menggunakan kotoran gajah sebagai sumber pelacakan genomik datang dari penelitian de Flamingh bersama rekan penelitian terbaru ini, Ripan Malhi. Malhi sendiri adalah profesor antropologi yang berfokus pada DNA purba.
DNA purba dan DNA kotoran gajah punya tantangan yang mirip. "DNA purba dapat menimbulkan masalah karena sampel terdegradasi dan dapat menghasilkan tingkat DNA spesies target yang sangat rendah," urai de Flamingh. Sementara konsentrasi DNA gajah dari kotorannya lebih rendah daripada yang tersedia dari sampel darah.
"Saya kira, ini terdengar seperti kesempatan bagus untuk menguji apakah metodologi yang sama dapat diterapkan pada sampel non-invasif untuk menghasilkan jenis data yang sama," terangnya.
Source | : | eurekalert |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR