Nationalgeographic.co.id—Wanita mungkin telah diakui lebih berkuasa di platform media sosial seperti Instagram dan lainnya, tapi ternyata tidak hanya itu. Studi baru dari Sydney University juga menemukan bahwa wanita dapat lebih berpengaruh dalam mendorong perubahan di komunitas lokal.
Studi baru tersebut menemukan, bahwa kaum wanita dan pemuda lebih berpengaruhh daripada laki-laki yang lebihtua di masyarakat petani Sulawesi.
Penelitian yang dipimpin oleh Associate Professor Petr Matous dari Fakultas Teknik Sydney University itu menganalisis jaringan sosial komunitas pertanian di pulau Sulawesi, Indonesia.
Tujuannya untuk menentukan anggota komunitas pertanian mana yang dapat mendorong perubahan demi kebaikan, dalam konteks pekerjaan pembangunan internasional dan keberlanjutan.
Para peneliti melakukan survei terhadap lebih dari 2.000 petani yang diminta untuk mengidentifikasi pemimpin opini yang paling berpengaruh di komunitas mereka.
Pemimpin opini tersebut didefinisikan sebagai orang yang mereka konsultasikan untuk saran dan informasi tentang pertanian.
Responden mengidentifikasi delapan belas pemimpin opini populer, yang kemudian dipilih untuk percobaan lebih lanjut. Di antara para pemimpin opini ini, memang laki-laki yang lebih tua mendominasi peringkat.
Tapi, ketika mereka diminta meyakinkan sebanyak mungkin petani lain untuk meningkatkan kesehatan pohon kakao mereka dengan gunting pemangkas yang disumbangkan oleh program. Hasilnya justru bertentangan dengan harapan para peneliti.
Meski laki-laki yang lebih tua dianggap sebagai pemimpin opini dalam masyarakat petani Sulawesi, dalam praktiknya ternyata para wanita yang lebih didengar.
Sebagai perbandingan, kelompok kedua yang terdiri dari delapan belas petani kemudian dipilih secara acak, yang terdiri dari lebih banyak petani muda dan perempuan yang belum dipilih dalam survei awal sebagai pemimpin opini pertanian.
Kelompok petani kedua meyakinkan rekan-rekan mereka dua kali lebih banyak untuk mencoba gunting baru. Di antara orang-orang yang kurang menonjol ini, wanita dan petani muda sangat berhasil meyakinkan orang lain.
“Hasil kami benar-benar mengejutkan, awalnya kami tidak mempelajari efek jenis kelamin atau usia,” kata peneliti utama Associate Professor Petr Matous, dari School of Project Management dan John Grill Institute for Project Leadership.
“Tapi apa yang telah ditunjukkan oleh hasil kami adalah sesuatu yang sering dikomentari secara anekdot di banyak pengaturan lainnya," katanya.
"Dari pertanian dan konstruksi hingga perbankan dan politik, pria yang lebih tua sering dianggap sebagai yang paling berpengaruh dalam jaringan mereka, namun dalam penelitian kami, mereka tidak memiliki pengaruh terbesar."
Studi tersebut menemukan bahwa tidak selalu mereka yang memiliki jumlah koneksi sosial terbesar yang dapat memicu difusi perubahan berskala besar.
Meskipun studi tersebut menemukan bahwa perempuan lebih kecil kemungkinannya untuk diidentifikasi oleh jaringan mereka sebagai pemimpin opini, rekomendasi mereka sering mengarah pada tindakan nyata.
“Di Indonesia, pertanian sangat gender. Beberapa perempuan menempati peran penting dalam kelompok tani lokal," katanya.
"Banyak di antaranya adalah organisasi berbasis masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupan penduduk lokal dan yang seringkali menyalurkan dukungan dari pemerintah dan organisasi internasional.”
Survei dan eksperimen jejaring sosial diselenggarakan oleh Swisscontact, sebuah organisasi nirlaba independen yang telah melatih petani kakao untuk meningkatkan keterampilan produksi mereka di seluruh Indonesia demi manfaat lingkungan dan hasil panen yang andal.
Swisscontact memetakan ikatan informasi informal petani untuk memahami kontak utama dalam menyebarkan teknologi baru.
Baca Juga: Bias Gender Menghalangi Laki-Laki pada Beberapa Jalur Karier
Baca Juga: Senjakala Bissu Bugis, Akibat Purifikasi Agama dan Komersialisasi?
Baca Juga: DNA Pertama Penghuni Wallacea Ungkap Asal-Usul Penghuni Sulawesi
Baca Juga: Selidik Perayaan Menuju Keabadiaan di Mamasa, Sulawesi Barat
“Kami merancang percobaan untuk menyelidiki pentingnya pengaruh yang dirasakan dalam komunitas pertanian. Bekerja dengan para peneliti di University of Sydney, hasilnya mengubah asumsi kami sebelumnya," kata mereka.
Sementara itu, Nadya Aulika Runnisa, Swisscontact Indonesia mengatakan, komunitas pedesaan tempat kami bekerja biasanya tradisional, hierarkis, dan paternalistik, individu berstatus tinggi biasanya pria yang lebih tua.
"Program kami bertujuan untuk mempromosikan keragaman dan inklusivitas, jadi kami telah mencari cara untuk melibatkan lebih banyak pemuda dan perempuan dalam program kami, hasil studi memperkuat alasan untuk melakukannya,” katanya.
Associate Professor Matous mengatakan temuan itu menantang bias gender yang ada dan mempertanyakan definisi tradisional tentang kepemimpinan dan pengaruh.
Bukan Perubahan Iklim yang Pengaruhi Gunung Es Terbesar di Antartika, Lalu Apa?
Source | : | University of Sydney |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR