Nationalgeographic.co.id - Jika dilihat dari luar angkasa, belahan bumi—utara dan selatan—tampak sama terangnya. Hal ini sangat tidak terduga karena Belahan Bumi Selatan sebagian besar tertutup lautan gelap, sedangkan Belahan Bumi Utara memiliki daratan luas yang jauh lebih terang daripada lautan ini.
Selama bertahun-tahun, simetri kecerahan antara belahan bumi ini tetap menjadi misteri. Studi baru yang dilakukan oleh para peneliti Weizmann Institute of Science dan kolaboratornya mengungkapkan korelasi yang kuat antara intensitas badai, kekeruhan, dan tingkat refleksi energi matahari di setiap belahan bumi.
Temuan mereka dalam studi tersebut telah diterbitkan di jurnal PNAS pada 27 Januari dengan judul “The role of baroclinic activity in controlling Earth’s albedo in the present and future climates.”
Studi ini menawarkan solusi untuk misteri yang berusia 50 tahun tersebut, di samping penilaian tentang bagaimana perubahan iklim juga dapat mengubah tingkat refleksi di masa depan.
Pada awal tahun 1970-an, ketika para ilmuwan menganalisis data dari satelit meteorologi pertama, mereka terkejut saat mengetahui bahwa kedua belahan memantulkan jumlah radiasi matahari yang sama. Reflektivitas radiasi matahari ini dikenal dalam istilah ilmiah sebagai "albedo."
Untuk lebih memahami apa itu albedo, pikirkan tentang mengemudi di malam hari: Sangat mudah untuk melihat garis putih terputus-putus, yang memantulkan cahaya dari lampu depan mobil dengan baik, tetapi sulit membedakan aspal yang gelap.
Hal yang sama berlaku saat mengamati Bumi dari luar angkasa: Rasio energi matahari yang mengenai Bumi dengan energi yang dipantulkan oleh masing-masing wilayah ditentukan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah perbandingan lautan gelap dengan daratan terang, yang berbeda dalam reflektifitas seperti aspal dan garis putih yang berselang-seling.
Luas daratan Belahan Bumi Utara kira-kira dua kali luas Belahan Bumi Selatan. Saat mengukur di dekat permukaan Bumi, saat langit cerah, terdapat perbedaan albedo lebih dari 10 persen. Meski begitu, kedua belahan tampak sama terangnya dari luar angkasa.
Dalam studi ini, tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Yohai Kaspi dan Or Hadas dari Departemen Ilmu Bumi dan Planet Weizmann, berfokus pada faktor lain yang memengaruhi albedo, salah satunya terletak di dataran tinggi dan memantulkan radiasi matahari—awan.
Tim menganalisis data yang berasal dari basis data tercanggih di dunia, termasuk data awan yang dikumpulkan melalui satelit NASA (CERES), serta data dari ERA5, yang merupakan basis data cuaca global yang berisi informasi yang dikumpulkan menggunakan berbagai sumber di udara dan di darat, sejak tahun 1950.
Data ERA5 digunakan untuk melengkapi data awan dan berkorelasi silang selama 50 tahun dengan informasi tentang intensitas siklon dan antisiklon.
Tak Hanya Cukupi Kebutuhan Gizi, Budaya Pangan Indonesia Ternyata Sudah Selaras dengan Alam
Source | : | Phys.org |
Penulis | : | Wawan Setiawan |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR