Nationalgeographic.co.id—Kekaisaran Tiongkok era Dinasti Yuan berada di ujung tanduk pada abad ke-14. Berbagai bencana alam dan wabah menerpa rakyat Tiongkok, tetapi pemerintah mengambil langkah yang justru menambah ketidakpuasan.
Kondisi inilah yang memicu pemberontakan Serban Merah, sebagai tanda ketidakpuasan terhadap pemerintahan Kekaisaran Tiongkok pada Dinasti Yuan.
Pemberontakan Serban Merah terjadi karena pada mulanya rakyat Tiongkok tidak senang dengan penguasa Dinasti Yuan sejak awal berdiri. Kekaisaran ini berdiri menggantikan Kekaisaran Song (960-1279) lewat perebutan yang dilakukan oleh bangsa Mongol di bawah kepemimpinan Kubilai Khan (cucu dari Genghis Khan).
"Pemberontakan itu sendiri adalah tahap terakhir dari sejarah panjang kebencian orang Tiongkok terhadap pemerintahan Mongol, yang diekspresikan di tingkat elit dengan keengganan untuk mengabdi di pemerintahan dan di tingkat populer dengan aktivitas sektarian klandestin," terang sinolog Princeton University Fredrick Mote dalam artikel jurnal JSTOR.
Tiongkok di penghujung akhir Kekaisaran Tiongkok Dinasti Yuan
Sejak tahun 1340-an, bencana alam merebak di sepanjang Sungai Kuning. Banjir terus menggenangi kawasan pertanian, penduduk desa, dan mengubah aliran sungai sehingga tidak lagi bertemu dengan Kanal Besar.
Sementara, Kekaisaran Tiongkok pada Dinasti Yuan terus melakukan ekspedisi militer sejak berdiri. Beberapa di antaranya seperti ke Semenanjung Korea tahun 1270-an, serangan ke Jepang pada tahun 1274, dan Jawa pada tahun 1290-an. Kebutuhan militer juga berlanjut sampai abad berikutnya untuk mempertahankan kekuasaan Yuan yang begitu besar.
Maka, langkah yang diambil Kekaisaran Dinasti Yuan adalah melibatkan 150.000 hingga 200.000 buruh untuk bekerja paksa. Mereka kebanyakan adalah kalangan rakyat Tiongkok Han untuk bekerja secara masif, menggali kanal dan menyatukannya ke sungai. Hal inilah yang memicu pemberontakan dari kalangan buruh.
Kondisi rumit lainnya bagi Kekaisaran Dinasti Yuan adalah melandanya wabah dan cuaca dingin. George Sussman, ahli medis di Chinese University of Hong Kong menyebut, wabah mulai terjadi di Heibei sejak tahun 1331 dan menyebar ke kota dan provinsi lainnya.
Pada tahun 1344, setidaknya ada 13 juta korban jiwa. Penyakit itu berhubungan dengan wabah hitam, dan melanda Kekaisaran Dinasti Yuan di Tiongkok hingga 1358. Sementara kelaparan masih melanda akibat gagal panen yang tidak teratasi oleh pemerintah.
"Penyebab pemberontakan adalah kegagalan rezim Dinasti Yuan untuk mengatasi kelaparan yang meluas di tahun 1340-an. Pada saat hal itu terjadi, secara paradoks elit penguasa Dinasti Yuan sebagian besar telah menyesuaikan diri dengan tradisi politik Tiongkok asli," ungkap Mote.
Serban merah
Masih banyak orang Tiongkok yang selamat dari malapetaka. Mereka memandang bahwa Kekaisaran Dinasti Yuan yang pemimpinnya adalah orang Mongol, telah kehilangan Mandat Surga.
Para pekerja kanal yang tidak terima dengan sistem kerja paksa pun mulai melawan Kekaisaran Dinasti Yuan. Pemberontakan ini dipimpin oleh Han Shantong yang merupakan salah satu pekerja dan cucu dari pemimpin sekte Teratai Putih.
Perekrutannya dilakukan sejak 1351. Namun, karena pergerakannya terlihat oleh pemerintah Kekaisaran Dinasti Yuan, ia dieksekusi. Kepemimpinan Han Shangtong untuk memberontak dilanjutkan oleh putranya, Han Lin'er.
"Kedua orang Han itu mampu mempermainkan rasa lapar pengikut mereka, ketidaksenangan mereka karena dipaksa bekerja tanpa bayaran untuk pemerintah, dan ketidaksukaan mereka yang mendalam karena diperintah oleh 'orang barbar' dari Mongolia," terang peneliti sejarah Asia alumni Boston University Kallie Szczepanski di Thoughtco.
"Di Tiongkok utara, hal ini menyebabkan ledakan aktivitas anti-pemerintah Turban Merah," lanjutnya. Gerakan Serban Merah juga muncul di Tiongkok selatan di bawah kepemimpinan Xu Shouhui. Keduanya punya nasib yang sama, tetapi tidak saling terkoordinasi.
Kalangan petani yang sebelumnya diidentikan dengan serban putih sebagai simbol Lotus Putih, beralih ke warna merah. Serban itu diikat di kepala mereka sebagai tanda perlawanan pemberontakan Serban Merah.
Pemberontakan kalangan petani dilakukan dengan senjata seadanya dan peralatan pertanian. Oleh karena itu, pemerintah Kekaisaran Dinasti Yuan memandang gerakan petani bukan ancaman nyata.
Pemberontakan itu berhasil ditumpas oleh Kaisar Toghon Temur (Shun) berkat usaha penasihatnya tahun 1352. Pemerintah berhasil mengumpulkan 100.000 tentara untuk menghancurkan pemberontakan Serban Merah di utara.
Baca Juga: Kubilai Khan, Kaisar Tiongkok Pertama yang Berasal dari Suku Nomaden
Baca Juga: Berkat Strategi Sun Tzu, Kubilai Khan Taklukkan Kekaisaran Tiongkok
Baca Juga: Penemuan Mumi Perempuan Singkap Gaya Hidup Zaman Dinasti Ming
Baca Juga: Kisah Toghon Temür, Pangeran Terbuang yang Jadi Kaisar Tiongkok
Namun, gerakan Serban Merah menyerang kembali pada 1354 dengan memotong Kanal Besar. Tentara dikumpulkan kembali dengan angka yang lebih besar. Sayangnya, masalah politik terjadi karena kaisar memecat penasihatnya. Hal itu memicu para perwira murka dan banyak prajurit untuk membelot.
"Selama akhir 1350-an dan awal 1360-an, para pemimpin lokal Sorban Merah bertempur di antara mereka sendiri untuk menguasai tentara dan wilayah," Szczepanski berpendapat.
"Mereka menghabiskan begitu banyak energi satu sama lain sehingga pemerintah Yuan dibiarkan relatif damai untuk sementara waktu. Tampaknya pemberontakan itu akan runtuh di bawah beban ambisi panglima perang yang berbeda," lanjutnya.
Di penghujung pemberontakan, Han Lin'er meninggal tahun 1366. Sejarawan berpendapat Han tewas ditenggelamkan oleh jenderalnya sendiri Zhu Yuanzhang (Hongwu). Meski disinyalir ada pengkhianatan oleh Zhu, dalam dua tahun memimpin pasukan petaninya untuk merebut Dadu (kini Beijing) pada tahun 1368.
Singkatnya, berdirilah Dinasti Ming yang baru menggantikan Dinasti Yuan. Zhu Yuanzhang secara otomatis menjadi kaisar baru.
Source | : | thought.co,JSTOR |
Penulis | : | Afkar Aristoteles Mukhaer |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR