Baca Juga: Pemberontakan Serban Merah: Akhir Kekaisaran Tiongkok Era Dinasti Yuan
Kaisar menaruh minat pribadi untuk menghancurkan wabah pencuri jiwa yang memotong kepang itu. Padahal di saat yang sama, dia juga dibayang-bayangi oleh masalah korupsi dan politik.
Histeria pencurian jiwa di Tiongkok terjadi pada waktu yang salah. Saat itu, Kekaisaran Tiongkok terbebani dengan kecemasan sosial karena ekonomi yang tidak stabil, migran, kejahatan dan bencana alam.
Kesalahpahaman budaya dan sihir
Kesalahpahaman budaya juga dapat menyebabkan tuduhan sihir. Sering kali, kelompok-kelompok yang menjadi sasaran perburuan penyihir dan sihir adalah populasi marjinal. Mereka adalah pendatang, biarawan, pengemis, janda, dan pendatang baru di suatu daerah atau kota.
Misionaris asing bisa terjebak dalam ilmu sihir dan perdukunan di Tiongkok. Suatu malam di tahun 1863, seorang wanita membawa putrinya ke klinik yang dikelola oleh biarawati asing di kota pelabuhan Tianjin.
Gadis itu berada dalam pergolakan kutukan jahat dan para biarawati menyatakannya sebagai kasus peperangan spiritual. Para biarawati menahan gadis itu dengan tali dan memanggil seorang pastor Prancis untuk melakukan pengusiran setan. Kerasukan setan adalah salah satu area di mana praktik misionaris Katolik bersinggungan dengan kepercayaan populer Tionghoa.
Selama berhari-hari, pastor melawan iblis untuk jiwa gadis muda itu sebelum para misionaris menyatakan kemenangan. Sayangnya, apa yang dilakukan para misionaris untuk mendemonstrasikan kekuatan Tuhan dan iman, dipahami sebagai praktik sihir.
Seperti horor modern, kisah-kisah semacam menggairahkan, tetapi juga menunjukkan kecemasan dan tabu yang tak terkatakan di masyarakat. Orang-orang Tionghoa abad ke-18 hidup di dunia yang berbeda dengan sekarang. Saat itu, kekuatan supernatural merupakan bagian nyata dari masyarakat.
Source | : | The World of Chinese |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR