Nationalgeographic.co.id - Seorang ayah dan anak bergegas menyusuri jalan yang gelap dan berdebu. Sambil berjalan dengan perasaan takut, mereka berusaha mencari secercah cahaya dari penginapan.
Jalan di Kekaisaran Tiongkok abad ke-18 bisa berbahaya. Alih-alih bandit, para penyihir dan pencuri jiwalah yang ditakuti di malam hari.
Orang-orang yang putus asa memangsa orang yang lemah dan tidak waspada. Namun, bahkan para bandit mencari perlindungan di dalam ruangan saat malam tiba.
Itu disebabkan karena beberapa hal yang mengintai dalam bayang-bayang. “Ini jauh lebih mematikan daripada perampok atau penjahat mana pun,” tulis Jeremiah Jenne di laman The World of Chinese.
Cerita rakyat dan legenda tentang roh jahat
Cerita rakyat dan legenda lokal dari era Dinasti Qing mengungkapkan dunia roh rubah, setan jahat, hantu pengembara, tukang sihir, dan pencuri jiwa. Bahkan catatan resmi yang dikelola cendekiawan Konfusianisme, yang konon berpikiran waras, merinci pertemuan supernatural dan fenomena dunia lain.
Di Tiongkok, bulan ketujuh dari kalender lunar adalah Bulan Hantu. Ini adalah waktu dalam setahun ketika roh orang yang meninggal paling aktif. Seperti tradisi Halloween di dunia barat, Bulan Hantu adalah waktu ketika pikiran menjadi menyeramkan. Di Tiongkok kuno, ada sejarah panjang tentang interaksi roh dengan makhluk hidup.
Dalam Strange Tales from a Chinese Studio, penulis dan cerita rakyat era Dinasti Qing Pu Songling mengumpulkan cerita mengerikan.
Dalam cerita-cerita ini, cendekiawan muda menjadi korban setan yang berwujud manusia. Dikisahkan juga soal pedagang yang menjadi mangsa roh yang mesum nan mematikan. Di masa itu, hantu menghantui kehidupan orang yang tidak adil, jahat, atau orang yang tidak beruntung.
Roh rubah
Roh rubah, yang dapat berubah dari bentuk manusia menjadi hewan sesuka hati. Roh ini bisa ditemukan di jalan, tembok, gerbang, dan jembatan.
Dalam cerita Pu Songling “Hu Dagu”, keluarga di Shandong diteror setelah membiarkan roh rubah jahat bergabung dengan tanpa sadar.
Kisah lain menceritakan tentang roh rubah yang muncul dengan menyamar sebagai wanita cantik. Ia menunggu untuk merayu pengembara yang penuh nafsu dan membawa mereka ke kehancuran.
Bagian kota, terutama yang memiliki bangunan seram atau terbengkalai, dikenal sebagai tempat berhantu.
Sebuah Menara Rubah terletak di sepanjang tepi timur tembok kota tua Beijing. Bangunan itu pernah menghadap ke daerah terpencil tempat sebuah kanal busuk memotong gurun yang dipenuhi sampah.
Ketakutan akan roh rubah membuat banyak penduduk menjauh. Reputasi menara menjadi semakin menyeramkan setelah tubuh Pamela Werner yang dimutilasi ditemukan. Ia adalah subjek buku terlaris Midnight in Peking oleh Paul French.
Ketakutan akan pencuri jiwa merasuki Kota Terlarang
Ketakutan akan hal-hal gaib bahkan bisa menembus alam dalam Kota Terlarang. Ahli sejarah Philip Kuhn pada 1990 mengungkapkan tentang pencuri jiwa dan penyihir dalam bukunya Soulstealers: The Chinese Sorcery Scare of 1768. Ini dimulai dengan sekelompok tukang batu malang yang dicurigai menggunakan ilmu sihir untuk memperbaiki jembatan dekat Suzhou.
Beberapa saat kemudian, sekelompok biksu pengembara ditangkap dan disiksa. Biksu malang itu dituduh memotong kepang yang dikenakan oleh pria Tionghoa. Kepang itu menjadi tanda tunduk pada Dinasti Qing saat itu.
Mereka dianggap menggunakan sihir terhadap orang lain untuk mendapatkan jiwa orang tersebut. Jiwa bisa memberikan kekuatan penyihir dan menyebabkan korban kehilangan nyawanya. Untuk melakukannya, penyihir harus mengetahui nama korban atau mencuri salah satu harta miliknya. Memotong kepang dianggap sebagai salah satu cara untuk mencuri jiwa.
Pejabat lokal menuduh para biksu menggunakan kuncir rambut itu untuk sihir. Ketakutan sihir menyebar ke kota-kota lain. “Naik ke rantai komando hingga akhirnya mencapai meja Kaisar Qianlong,” kata Jenne.
Baca Juga: Kisah Mistik di Kekaisaran Ottoman dalam Catatan Evliya Çelebi
Baca Juga: Kaisar Zhengtong, Penyebab Pertempuran hingga Buat Rakyatnya Dibantai
Baca Juga: Pemberontakan Serban Merah: Akhir Kekaisaran Tiongkok Era Dinasti Yuan
Kaisar menaruh minat pribadi untuk menghancurkan wabah pencuri jiwa yang memotong kepang itu. Padahal di saat yang sama, dia juga dibayang-bayangi oleh masalah korupsi dan politik.
Histeria pencurian jiwa di Tiongkok terjadi pada waktu yang salah. Saat itu, Kekaisaran Tiongkok terbebani dengan kecemasan sosial karena ekonomi yang tidak stabil, migran, kejahatan dan bencana alam.
Kesalahpahaman budaya dan sihir
Kesalahpahaman budaya juga dapat menyebabkan tuduhan sihir. Sering kali, kelompok-kelompok yang menjadi sasaran perburuan penyihir dan sihir adalah populasi marjinal. Mereka adalah pendatang, biarawan, pengemis, janda, dan pendatang baru di suatu daerah atau kota.
Misionaris asing bisa terjebak dalam ilmu sihir dan perdukunan di Tiongkok. Suatu malam di tahun 1863, seorang wanita membawa putrinya ke klinik yang dikelola oleh biarawati asing di kota pelabuhan Tianjin.
Gadis itu berada dalam pergolakan kutukan jahat dan para biarawati menyatakannya sebagai kasus peperangan spiritual. Para biarawati menahan gadis itu dengan tali dan memanggil seorang pastor Prancis untuk melakukan pengusiran setan. Kerasukan setan adalah salah satu area di mana praktik misionaris Katolik bersinggungan dengan kepercayaan populer Tionghoa.
Selama berhari-hari, pastor melawan iblis untuk jiwa gadis muda itu sebelum para misionaris menyatakan kemenangan. Sayangnya, apa yang dilakukan para misionaris untuk mendemonstrasikan kekuatan Tuhan dan iman, dipahami sebagai praktik sihir.
Seperti horor modern, kisah-kisah semacam menggairahkan, tetapi juga menunjukkan kecemasan dan tabu yang tak terkatakan di masyarakat. Orang-orang Tionghoa abad ke-18 hidup di dunia yang berbeda dengan sekarang. Saat itu, kekuatan supernatural merupakan bagian nyata dari masyarakat.
Source | : | The World of Chinese |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR