Selama kurang lebih 45 menit perjalanan, kapal kami menyeberang melewati empat pulau tidak berpenghuni: Pulau Onrust, Pulau Bidadari, Pulau Kelor, dan Pulau Cipir, hingga akhirnya merapat di dermaga Dinas Perhubungan Pulau Untung Jawa.
Di dermaga, Black Pearl merapat sejenak dan menurunkan lima penumpang, termasuk saya dan Toto. Kemudian kapal itu melaju kembali menuju pulau-pulau di gugusan Kepulauan Seribu lainnya.
Kami datang bukan di hari libur, sehingga, tidak banyak wisatawan yang berkunjung.
“Bang Dani, ya?” Seorang pemuda menyapa saya dan Toto. Dia adalah Nurkholis. Penduduk pulau memanggilnya Olis. Dialah yang akan menjadi pemandu saya dan Toto selama di pulau ini.
Kesan pertama sejak mendaratkan kaki di Pulau Untung Jawa adalah teratur. Kedai makan, tempat penyewaan sepeda dan pelampung, penginapan atau homestay, hingga letak mukim penduduk dan wilayah wisata pun terbagi dengan rapi.
Di sisi barat pulau dikhususkan sebagai kawasan wisata dan sebelah timur merupakan wilayah hidup penduduk Pulau Untung Jawa.
Olis membawa kami menuju homestay Marlin. Satu-satunya penginapan yang memiliki sertifikat CHSE (Cleanliness, Health, Safety, dan Environment Sustainability) yang dikeluarkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Sertifikat ini menjamin protokol kebersihan, kesehatan, keamanan dan kelestarian lingkungan, dengan tujuan membangun kembali kepercayaan serta rasa aman dan nyaman wisatawan untuk berwisata di era pandemi dan setelah pandemi.
Sertifikat yang dimiliki oleh Homestay Marlin inilah yang kemudian membawa Pulau Untung Jawa meraih juara tiga kategori Homestay Desa Wisata Untung Jawa, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, dalam ajang Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2021.
Jantung Kehidupan Ekonomi Warga
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR