Nationalgeographic.co.id – Ganesha adalah salah satu dewa Hindu yang paling terkenal. Dia memiliki kepala gajah, perut buncit besar dan empat lengan. Dia bepergian dengan seekor tikus dan merupakan dewa yang mempesona yang melambangkan beberapa elemen penting bagi para pengikutnya.
Ganesha adalah putra sulung Parwati dan Siwa. Namun, dia tidak dikandung oleh ibu dan ayahnya. Ibunya, Parvati, menginginkan anak, tetapi suaminya tidak. Menurut tradisi, Ganesha lahir semata-mata karena keinginan Parvati untuk menjadi seorang ibu.
Namanya dapat dipecah sebagai berikut. “Ga” melambangkan kecerdasan, atau Buddhi, sedangkan “Na” melambangkan kebijaksanaan. Inilah mengapa dia dianggap sebagai dewa kecerdasan dan kebijaksanaan oleh para pengikutnya. Nama lengkapnya berasal dari dua kata Sansekerta. "Isha" berarti Tuhan dan "Gana" diterjemahkan menjadi kelompok, menjadikannya Dewa massa.
Bagaimana Ganesha Mendapatkan Kepalanya?
Ibu Ganesha, Parvati, menginginkan seorang anak, tetapi suaminya tidak. Dia memutuskan untuk membentuk seorang anak laki-laki dari tanah dan menugaskannya untuk menjaga rumahnya.
Ketika Siwa, suaminya, kembali ke rumah mereka, dia terkejut karena tidak diberi akses ke rumah tersebut. Dia marah dan dalam keadaan marah memutuskan kepala anak laki-laki itu dari tubuhnya.
Parvati sangat terpukul dan Siwa dengan cepat menyadari kesalahannya. Dia mengirim kelompok untuk menemukan kepala makhluk hidup pertama yang mereka temui yang sedang tidur. Kebetulan mereka menemukan gajah yang sedang tidur.
Mereka melepas kepala binatang itu dan membawanya kembali ke Siwa. Dia menempelkannya ke tubuh anak laki-laki itu dan menghidupkannya kembali. Dia kemudian menjadikannya pemimpin kelompok dan menyatakan bahwa bocah itu akan disembah oleh semua orang.
Ada versi kedua dari kisah ini. Parvati melahirkan seorang putra yang disambut baik oleh semua dewa dan dewi. Dewa Matahari, Lord Shani, hadir di perayaan itu, tetapi menolak untuk melihat anak itu.
Baca Juga: Mengenal Dewa Siwa, Tugasnya Hingga Memenggal Kepala Ganesha
Baca Juga: Makara, Monster Laut Berbelalai dalam Mitologi Hindu dari Srilangka
Baca Juga: Simbol-simbol Relief Gereja Puh Sarang dalam Bingkai Hindu-Jawa
Parvati bertanya mengapa dia terus memalingkan muka dan Lord Shani mengatakan kepadanya bahwa tatapannya begitu kuat sehingga akan membahayakan bayinya.
Parvati tidak mempercayainya dan bersikeras agar dia melihat anaknya. Lord Shani melakukan apa yang diperintahkan dan kepala anak itu langsung terpotong dari tubuhnya.
Para dewa bertekad untuk mengatasi masalah tersebut dan menemukan kepala gajah muda untuk ditempelkan pada bayi yang baru lahir yang kemudian dihidupkan kembali.
Makna Penampilan Ganesha
Setiap bagian tubuh Ganesha memiliki makna dan nilai tersendiri. Kepala gajahnya dikatakan mewakili kecerdasan, kekuatan diskriminatif, dan kesetiaan.
Taringnya yang patah menunjukkan kemampuannya mengatasi dualisme. Sementara, telinganya yang besar menandakan kebijaksanaan dan kemampuannya untuk mendengarkan mereka yang meminta bantuan. Mereka juga berfungsi sebagai pengingat betapa pentingnya mendengarkan ketika membahas ide dan pemikiran.
Batang melengkung Ganesha melambangkan potensi intelektual sedangkan Trishula yang digambarkan di dahinya melambangkan semua aspek waktu (masa lalu, sekarang, dan masa depan).
Perut buncitnya memiliki alam semesta yang tak terbatas sambil menandakan alam dan keseimbangan batin. Dia mampu mengonsumsi kesedihan dunia dan melindunginya dari bahaya.
Ganesha memiliki empat lengan (terkadang lebih, tergantung representasi artistiknya) yang dikatakan mewakili atribut bagian dalam tubuh. Satu melambangkan pikiran, satu melambangkan kecerdasan, dan yang ketiga melambangkan ego. Lengan keempat melambangkan hati nurani.
Karena tubuh Ganesha merupakan salinan dari garis besar yang ditemukan dalam surat Devanagari yang disebutkan dalam Bija Mantra, ia dianggap sebagai inkarnasi seluruh Kosmos.
Inilah mengapa dia sangat penting bagi agama Hindu, karena dia melambangkan hampir semua hal yang penting bagi manusia.
Source | : | Mythology.net |
Penulis | : | Hanny Nur Fadhilah |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR