Ular dibiarkan selama beberapa hari, hingga dagingnya membusuk dan mulai ditumbuhi jamur. Tubuh ular digiling menjadi bubuk dan dicampurkan ke dalam anggur.
Selama Kekaisaran Sui (581–617) dan Tang (618–907), sumber-sumber Tiongkok mulai mengaitkan keracunan gu dengan metode-metode sihir tertentu yang dikaitkan dengan budaya minoritas.
Keterkaitan racun gu dengan wilayah Miao dan Lingnan mulai muncul sekitar abad ke-17, dan ketakutan semakin meningkat pada pertengahan abad ke-18.
Menurut Hanson, hal ini bukanlah suatu kebetulan. Deskripsi tentang korban yang diracuni gu meningkat setelah pemberontakan Miao pada 1735 dan 1736.
Orang Tiongkok Utara tidak sepaham dengan pertanian, struktur sosial, budaya, dan terutama kemandirian perempuan Miao.
Wanita Miao dianggap "barbar", dengan kaki yang tidak terikat, pakaian yang minim, kebebasan seksual pranikah, dan memiliki kemampuan untuk berburu dan bertani bersama pria, tulis Louisa Schein dalam Minority Rules: The Miao and the Feminine in China's Cultural Politics.
Orang Miao mendapatkan tuduhan bahwa merekalah sumber bahaya. Hubungan antara racun gu dengan masyarakat Miao pun segera menyebar ke seluruh negeri.
Gosip tersebut dimaksudkan untuk menegakkan batas-batas etnis karena takut akan pernikahan campur dengan orang-orang Miao.
Pada tahun 1556, Xu menggambarkan kecemasan yang meluap-luap dari keracunan gu. Ia menjelaskan bahwa ketika racun mengendap di dalam tubuh, racun tersebut akan menyerang korban dari bagian dalam hingga ke bagian luar dengan rasa panas yang membakar.
Meskipun tidak ada laporan yang dapat dikonfirmasi, ketakutan yang meluas akan keracunan gu telah mendorong munculnya berbagai metode untuk mendeteksi dan menyembuhkannya.
Baca Juga: Racun Favorit Kaisar Tiongkok dan Penguasa untuk Menyingkirkan Musuh
Source | : | Atlas Obscura |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR