Nationalgeographic.co.id—Pada masa Kekaisaran Ottoman, mengetahui waktu Ramadan dimulai dan berakhir tidak ditentukan seperti dewasa ini. Wajar saja, ilmu astronomi kala itu belum semaju secanggih saat ini.
Orang-orang biasanya mengamati langit di tempat terbuka dan menunggu kemunculan bulan baru untuk menentukan awal Ramadan. Nesimi Yazıcı telah banyak meneliti tentang "Rüy'et-i Hilal Meselesi" (masalah penampakan bulan sabit) pada masa Ottoman.
Awal Ramadan
Orang-orang, terutama para pejabat negara, biasanya bersusah payah untuk melihat bulan sabit yang menandai dimulainya bulan Ramadan dan melakukan perjalanan singkat untuk keperluan ini.
Sesuai dengan tradisi lama, Ramadan dan hari raya keagamaan biasanya dimulai setelah "melihat bulan sabit" (Rüyet-i Hilal).
Menurut kalender Hijriah yang digunakan pada masa Kekaisaran Ottoman, awal bulan ditandai dengan penampakan bulan baru. Karena bulan mengorbit bumi dalam 29,5 hari, bulan-bulan biasanya berlangsung selama 29 dan terkadang 30 hari.
Pada akhir bulan Sya'ban, para ahli perbintangan (müneccim) bertanggung jawab untuk membuat kalender dan memberi tahu para pejabat kapan Ramadhan akan dimulai. Namun, tanggal yang ditentukan oleh para ahli perbintangan belum tentu dipatuhi.
Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis, "Janganlah berpuasa hingga kalian melihat bulan baru, dan ketika kalian melihatnya, rayakanlah hari raya. Jika langit mendung, hitunglah 30 hari."
Ramadan akan dimulai setelah terlihatnya bulan sabit oleh warga tertentu atau oleh pejabat yang dikirim ke tempat-tempat seperti Bolu, Bursa dan Edirne.
Mereka yang melihat bulan sabit biasanya pergi ke pengadilan dengan membawa saksi-saksi dan memberi tahu para pejabat. Penyaksian oleh dua orang diperlukan dalam kasus-kasus seperti itu.
Jika mereka terbukti benar setelah melakukan penyelidikan dan mengumumkannya, maka para utusan dan saksinya akan diberi ganjaran yang besar.
Hal yang sama juga berlaku untuk akhir Ramadan. Jika bulan sabit tidak terlihat pada hari ke-29 Ramadan, maka bulan Ramadan akan dianggap berlangsung selama 30 hari dan hari raya akan dimulai keesokan harinya. Hal ini disebut "tekmil-i selasin".
Source | : | Daily Sabah |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR