Nationalgeographic.co.id—Seorang permaisuri Kaisar Tiongkok memiliki kuasa untuk memengaruhi politik. Terutama jika ia berasal dari klan yang kuat dan berpengaruh di Kekaisaran Tiongkok. Dalam sejarah Tiongkok, ada beberapa permaisuri yang menorehkan sejarah dan terus diingat sepanjang masa. Berikut kisah hidup mereka selama mendampingi sang Putra Naga atau Kaisar Tiongkok.
Permaisuri Liu (969–1033 Masehi)
Kehidupan permaisuri Dinasti Song Utara Zhangxian Mingsu, nama gadis Liu Er, bak sebuah dongeng. Bahkan di zaman modern, kisah hidupnya yang luar biasa itu menjadi inspirasi serial drama televisi.
Seorang yatim piatu yang dibesarkan sebagai penyanyi, Liu dijual oleh suami pertamanya ke istana Pangeran Zhao Yuanxiu. Di sana, dia mendapatkan cinta yang tulus dari sang pangeran, yang hanya satu tahun lebih tua darinya.
Zhao Yuanxiu naik takhta pada tahun 997 Masehi sebagai Kaisar Zhenzong. "Kemudian Liu dianugerahi gelar permaisuri "Wanita Cantik" pada tahun 1004 Masehi," tulis Ced Yong di laman Owlcation. Peran penting Liu lainnya ialah mengadopsi dan merawat Zhao Zhen, pangeran yang akan menjadi Kaisar Dinasti Song berikutnya.
Sebagai permaisuri, Liu dihormati karena penilaiannya yang cerdik dan kemampuan manajerialnya. Bahkan dalam 2 tahun terakhir pemerintahan suaminya, dia adalah administrator Dinasti Song yang sebenarnya.
Sepanjang sebagian besar masa pemerintahan putra angkatnya, dia tetap menjadi kekuatan politik yang perlu diperhitungkan. Saat Zhao Zhen naik tahta pada usia 12 tahun, Liu menjadi ibu suri dan memerintah sebagai wakil penguasa. "Menentang protokol, Liu tidak mundur setelah Zhao Zhen mencapai usia dewasa," Yong menambahkan lagi.
Liu Er juga satu-satunya wanita lain dalam sejarah Tiongkok, selain Wu Zetian, yang mengenakan jubah kaisar selama pemujaan leluhur. Namun Liu dikritik selama "masa pemerintahannya" dan seterusnya. Pasalnya, ia tidak mengembalikan kekuasaan kepada putra angkatnya ketika ia dewasa.
Ia memang penguasa yang adil dan terbuka pada kritik. Namun di sisi lain, Liu kadang-kadang juga berpihak pada keluarganya.
Beberapa jurnal juga menegklaim Liu memperdaya Zhao Zhen selama beberapa dekade. Kaisar tidak tahu bahwa Liu bukanlah ibu kandungnya sampai setelah kematiannya.
Seperti wanita berpengaruh dalam sejarah, warisan Permaisuri Liu akan terus menginspirasi sepanjang masa.
Permaisuri Wu Zetian (624–705 Masehi)
Wu Zetian, tentu saja, paling terkenal sebagai satu-satunya kaisar wanita di Tiongkok. Namun, wanita ambisius ini telah lama menguasai istana kekaisaran. Bahkan sebelum mengeklaim takhta naga untuk dirinya sendiri pada tahun 690 Masehi. Bisa dikatakan jika ia menjadi penguasa de facto Dinasti Tang Tiongkok saat masih menjadi permaisuri Kaisar Gaozong.
Gaozong lemah lembut dan sakit-sakitan, terlebih lagi dilumpuhkan oleh penyakit selama sebagian besar masa pemerintahannya. Dari tahun 665 Masehi hingga meninggalnya Gaozong, Wu Zetian mendominasi istana Tiongkok. Dia secara efektif memerintah menggantikan suaminya selama hampir tiga dekade.
Lahir pada tahun 624 M sebagai Wu Mei, calon permaisuri dan kaisar memasuki istana kekaisaran pada usia 14 tahun. Saat itu ia menjadi Permaisuri Wu dari Kaisar Taizong. Setelah kematian Taizong pada tahun 649 Masehi, dia dipaksa menjadi biksuni di Kuil Ganye karena tidak memiliki ahli waris. Ini sesuai dengan hukum Dinasti Tang.
Wu tidak tinggal lama di Kuil Ganye. Secara umum diyakini bahwa Wu berselingkuh dengan Gaozong, yaitu pewaris Taizong, ketika Gaozong masih hidup. Pada tahun 650 Masehi, Gaozong juga mengunjungi Kuil Ganye. Permaisurinya saat itu, Permaisuri Wang, "merekrut" Wu untuk mengalihkan perhatian Gaozong dari seorang selir lain yang disukai. Dia bahkan akhirnya menyambut Wu kembali ke istana.
Ini adalah kesalahan besar di pihak Wang. Permaisuri Wu yang dipulihkan dengan mantap menggantikan semua wanita lain sebagai favorit Gaozong. Lebih buruk lagi, segala intrik yang dilancarkan membuat Wang kehilangan posisinya dan diganti oleh Wu Zetian.
Sejak saat itu, Wu menjadi semakin terlibat dengan urusan kekaisaran. Setelah Gaozong lumpuh karena sakit pada tahun 665 Masehi, Wu langsung mengambil alih administrasi Dinasti Tang. Ini berlangsung hingga tahun 690 Masehi, dia menyatakan dirinya sebagai Kaisar atau permaisuri utama. Sebelum itu, Wu bahkan membuang putranya sendiri, Kaisar Zhongzong dan Ruizong.
Wu kemudian memerintah Kekaisaran Tiongkok sebagai kaisar wanita pertama di Tiongkok. Ini berlangsung 15 tahun sampai dia dibuang pada tahun 705 Masehi oleh kudeta istana.
Permaisuri Lu Zhi (241–180 Sebelum Masehi)
Lu Zhi adalah permaisuri yang kuat dari pendiri Dinasti Han, Liu Bang. Seorang wanita yang cakap meskipun benar-benar jahat, dia diakui sebagai administrator yang kompeten di tahun-tahun awal dinasti. Saat itu, Lu Zhi secara aktif membantu urusan rumah tangga istana.
Keterlibatan politik semacam itu membangun hubungan penting bagi Permaisuri Tiongkok yang terkenal kejam ini. Saat ini, ia dipercaya menjadi dalang di balik pembunuhan Han Xin dan Peng Yue, dua jenderal pendiri Dinasti Han. Pengaruh kedua jenderal ini ditakuti oleh Lu Zhi dan Liu Bang.
Menyusul kematian Liu Bang dan penobatan putranya sebagai Kaisar Hui, Lu Zhi selanjutnya bergerak untuk menyingkirkan saingan dan mengonsolidasikan kekuasaan. Dari 195 hingga 180 Sebelum Masehi, sang permaisuri bahkan mengendalikan semua urusan kekaisaran dengan tangan besi. Dia juga secara brutal mengeksekusi beberapa putra Liu Bang lainnya untuk mengamankan posisinya.
Di antara berbagai tindakan kekejamannya, Lu Zhi paling terkenal karena penyiksaan dan mutilasi Selir Qi. Wanita malang itu adalah salah satu selir favorit Liu Bang. Dia memerintahkan antek untuk menghilangkan lidah Qi dan membutakannya. Sebelumnya, mereka memotong semua anggota tubuh selir dan memenjarakan wanita yang dimutilasi di kandang babi.
Setelah itu, Lu Zhi menamai Qi yang malang itu sebagai "manusia babi".
Mendengar perlakuan permaisurinya terhadap selir kesayangannya, Kaisar Hui sangat muak. Ia akhirnya jatuh sakit dan mengundurkan diri dari urusan kekaisaran. Sayangnya, ini tidak menyurutkan semangat Lu Zhi. Sebaliknya, mundurnya kaisar membuat ia memiliki lebih banyak kekuatan.
Lu Zhi terus memerintah Dinasti Han dengan menebar teror dan kekuatan, sampai kematiannya pada tahun 180 Sebelum Masehi.
Permaisuri Jia Nanfeng
Ia adalah permaisuri pertama Kaisar Hui dari Dinasti Jin. Jia Nanfeng dicerca sebagai wanita jahat yang memprovokasi Perang Delapan Pangeran yang menghancurkan.
Antara tahun 291 dan 300 Masehi, dia mendominasi istana, semakin memperluas pengaruhnya dengan bersekongkol dengan para pangeran. Pada akhirnya, dia bahkan berencana untuk membunuh putra mahkota.
Jia akhirnya mendapatkan ganjarannya ketika Pangeran Sima Lun melakukan kudeta. Sang permaisuri kejam akhirnya terpaksa bunuh diri. Tetapi pada saat itu, Dinasti Jin yang rapuh sudah rusak parah.
Cixi (1835–1908)
Cixi dari Dinasti Qing adalah nama yang paling sering terlintas dalam benak ketika memikirkan penguasa wanita Tiongkok yang kuat. “Ia bahkan lebih terkenal daripada Wu Zetian,” kata Yong.
Selama hidupnya ia menjadi selir Kaisar Xianfeng, ibu suri, dan wakil penguasa Kaisar Tongzhi dan Guangxu. Cixi sering disalahkan sebagai wanita di balik kejatuhan Dinasti Qing. Banyak juga yang menganggapnya sebagai biang keladi kekalahan berulang kekaisaran di tangan kekuatan kolonial Eropa.
Lahir pada tahun 1835 dari klan Manchu Yehenara, Cixi menjadi permaisuri Kaisar Xianfeng. Setelah Xianfeng meninggal pada tahun 1861, ia diberikan status ibu suri ketika putranya naik takhta sebagai Kaisar Tongzhi.
Selama sisa masa pemerintahan Tongzhi, Cixi dengan mantap mengonsolidasikan kekuasaan dan mengeksekusi saingannya. Ia pun menjadi penguasa Tiongkok. Setelah kematian Tongzhi, Cixi semakin memperketat kekuasaannya selama 33 tahun pemerintahan Kaisar Guangxu berikutnya.
Ketika Guangxu muda berusaha mereformasi Tiongkok pada tahun 1898, Cixi melakukan kudeta. Itu mengakibatkan kematian beberapa aktivis dan kaisar sendiri ditempatkan di bawah tahanan rumah.
Dalam tragedi Tiongkok pra-modern yang sangat disesalkan, Cixi bahkan selamat dari Guangxu, yang sangat membencinya. Ibu suri yang kuat meninggal sehari setelah Guangxu. Tepat sebelum kematiannya, dia bahkan masih sempat melakukan satu tindakan absurd terakhir. "Nyonya Naga" melantik balita Puyi sebagai kaisar ke-11 dinastinya.
Permaisuri Xiaogongzhang
Permaisuri Xiaogongzhang adalah permaisuri kedua dari kaisar kelima Dinasti Ming, Ming Xuande. Bukan hanya cantik, ia secara perlahan terlibat dengan masalah istana setelah penobatannya sebagai permaisuri.
Setelah putranya yang masih kecil, Ming Yingzong, naik takhta, dia kalah dalam pertarungan politik dengan ibu mertuanya. Sun terus memengaruhi istana ketika Yingzong ditangkap oleh orang-orang Mongolia selama ekspedisi yang membawa bencana.
Baca Juga: Wu Si, dari Budak Jadi Permaisuri Kekaisaran Tiongkok yang Berpengaruh
Baca Juga: Wu Si, dari Budak Jadi Permaisuri Kekaisaran Tiongkok yang Berpengaruh
Baca Juga: Wu Zetian, Selir yang Menyingkirkan Kaisar dan Mengakhiri Dinasti Tang
Baca Juga: Ketika Ilmu Hitam Menghancurkan Permaisuri Chen dari Tiongkok Kuno
Xiaogongzhang mempertahankan posisi terhormat selama pemerintahan berikutnya Ming Daizong (anak tirinya) juga.
Sejarawan Tiongkok terus memperdebatkan peran dan tanggung jawab Sun dalam peristiwa-peristiwa yang penuh gejolak di masa itu.
Xiaozhuang
Nama gadis Bumbutai, ia adalah permaisuri pendiri Dinasti Qing Hong Taiji. Tidak seperti beberapa permaisuri yang bertangan besi, Xiaozhuang menjalani kehidupan yang tenang namun terkenal dalam sejarah dinastinya.
Ibu dari Kaisar Shunji yang berumur pendek, ia dihormati karena kesederhanaan, kehati-hatian, dan wawasan politiknya. Pada awal masa pemerintahan cucunya, Kangxi, dia juga berperan penting dalam menyingkirkan Oboi, wali penguasa yang pengaruhnya menyaingi kaisar muda.
Xiaozhuang juga merupakan ibu suri yang hemat dan bijaksana. Meski bergelimang harta, ia tidak menyukai gaya hidup mewah di Kota Terlarang. Termasuk perayaan ulang tahun yang mewah.
Sepanjang sejarah Kekaisaran Tiongkok, permaisuri memegang peranan penting. Alih-alih hanya duduk mendampingi Kaisar Tiongkok, tidak sedikit permaisuri yang turut campur dalam politik. Tangan besi mereka tidak jarang membawa kemakmuran bagi rakyat dan menorehkan sejarah Tiongkok.
Source | : | owlcation.com |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR