Proses ini dilakukan sampai warna hijaunya menjadi biru. Lalu diendapkan lagi semalaman. Kapur yang mengikat pigmen dari indigo dan mengendap menjadi pasta indigo untuk bahan pewarna, sedangkan cairan lebihnya—cenderung bening dan encer—dibuang.
Perpaduan dua warna, merah dan biru atau kombu dan kawuru atau inilah yang selalu ada dan menjadi dasar pewarnaan dalam kain tenun ikat Sumba Timur.
Untuk kepekatan warna diatur berapa kali benang dicelup ke cairan pewarna. Untuk menghasilkan warna merah yg kuat atau biru tua, benang akan dicelup berkali-kali sampai sesuai warna yang diinginkan.
Semakin banyak dicelup semakin pekat warna benangnya. Inilah teknik dasar membuat gradasi warna dari warna yang muda ke warna yang lebih pekat.
Tenun ikat yang sudah dibuat dengan pewrna merahdisebut Hinggi Kombu, sedangkan yang biru disebut Hinggi Kawuru. Jadi kalau jalan-jalan ke pasar dan membeli kain tenun ikat di Waingapu cukup sebutkan dua nama ini, ingin beli yang Kombu atau Kawuru?
Proses panjang kain tenun ikat
Kornelis bangga dengan tenun ikat Sumba yang indah. Selain itu tenun ikat adalah jati diri orang Sumba. Dari cara mengenakan kain tenun ikat sehari-hari akan menunjukan pemakainya dari daerah mana. Karena motifnya masing-masing berbeda dan mempunyai ciri khas tersendiri. Ada warna dan corak-corak yang tidak sama.
Ia tidak takut ditiru atau dijiplak motifnya, karena tidak akan pernah sama baik teknik pembuatannya atau pewarnaanya.
“Itu tidak menjadi masalah bagi saya, malah itu merupakan seuatu kekuatan. Karena orang akan mencari tahu yang asli bagaimana sebenarnya,” jelasnya percaya diri.
Pengalamannya membuktikan orang semakin mencari tahu untuk datang ke tempatnya mencari tenun ikat Sumba yang asli.
Di Sumba Timur hanya 40 persen yang menggunakan warna alam. Dalam pembuatan lima lembar tenun ikat tenun ikat memerlukan waktu enam bulan. Sumber daya manusia 30 orang lebih. Karena ada 40 tahap, dan tiap tahapan ditangani oleh ahlinya masing-masing.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR