Nationalgeographic.co.id—Studi baru menggunakan simulasi mengidentifikasi dua titik kritis pada Lapisan Es Greenland. Para peneliti menunjukan, bahwa perubahan iklim telah membuat lapisan es masif Greenland mencair secara permanen dan tidak dapat kembali.
Begitu kita memancarkan sekitar 1.000 gigaton karbon, sebagian besar lapisan es masif akan mencair secara permanen. Sejauh ini kita telah memancarkan 500 gigaton, menurut studi tersebut.
Menurut perkiraan sekitar 2.500 gigaton karbon berarti hilangnya hampir seluruh lapisan es secara permanen. Saat melepaskan 1.000 gigaton karbon ke atmosfer, maka menyebabkan bagian selatan lapisan es hilang.
Memahami nasib Greenland Ice Sheet (GIS) di masa depan dalam konteks emisi CO2 antropogenik sangat penting untuk memprediksi kenaikan permukaan laut.
"Kehilangan massa jangka panjang yang substansial dari lapisan es Greenland untuk emisi kumulatif lebih besar dari 1.000 gigaton karbon," tulis peneliti.
Para peneliti menggunakan model simulasi CLIMBER-X yang merupakan EMIC yang digabungkan sepenuhnya, termasuk modul untuk atmosfer, lautan, permukaan tanah, es laut, dan model lapisan es politermal.
Penggunaan permodelan oleh mereka, didasarkan pada perkiraan es dangkal untuk es yang dibumikan, perkiraan beting dangkal untuk es terapung, dan dinamika aliran es dangkal-aliran rakit hibrida untuk aliran es.
Rincian studi tersebut telah mereka jelaskan di Geophysical Research Letters dengan judul "Multistability and Transient Response of the Greenland Ice Sheet to Anthropogenic CO 2 Emissions" baru-baru ini.
Lapisan Es Greenland mencakup 1,7 juta kilometer persegi (660.200 mil persegi) di Kutub Utara. Jika mencair seluruhnya, permukaan laut global akan naik sekitar 7 meter (23 kaki), tetapi para ilmuwan tidak yakin seberapa cepat lapisan es bisa mencair.
Pemodelan titik kritis, yang merupakan ambang kritis saat mekanisme sistem berubah secara permanen, membantu peneliti mengetahui kapan pencairan itu mungkin terjadi.
"Titik kritis pertama tidak jauh dari kondisi iklim saat ini, jadi kita berada dalam bahaya untuk melewatinya," kata Dennis Höning, ilmuwan iklim di Potsdam Institute for Climate Impact Research yang memimpin penelitian tersebut.
"Begitu kita mulai meluncur, kita akan jatuh dari tebing ini dan tidak bisa memanjat kembali."
Source | : | Geophysical Research Letters,American Geophysical Union |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Warsono |
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari, program KG Media yang merupakan suatu rencana aksi global, bertujuan untuk menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.
KOMENTAR