Nationalgeographic.co.id - Tahukah Anda bila kota-kota kita dipenuhi dengan triliunan bakteri, jamur, dan virus? Mengetahui keberadaan mikroorganisme itu, akan juga memahami kesehatan tanaman, hewan, dan manusia di daerah tersebut. Namun ini cukup sulit dan mahal.
Baru-baru ini, para ilmuwan telah menemukan cara untuk mengambil mikroorganisme tersebut dengan menggunakan lebah madu. Penemuan tersebut diterbitkan pada 30 Maret di jurnal Environmental Microbiome,
Para ilmuwan, menggunakan serpihan di bagian bawah sarang lebah madu untuk memberi gambaran lanskap mikroba di lingkungan perkotaan.
Dalam studi tersebut, para ilmuwan menganalisis DNA melalui serpihan sarang lebah madu di atap dan halaman belakang rumah. Mereka melakukannya di beberapa kota, yaitu New York, Sydney, Melbourne, Venesia, dan Tokyo.
Mereka menemukan bahwa setiap lokasi memiliki ciri khas genetik yang unik. Beberapa sampel bahkan mengandung patogen yang diketahui dapat menyebabkan penyakit pada manusia.
Para peneliti menyampaikan, bahwa studi lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah lebah madu dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit secara efektif di kota-kota.
Meskipun demikian, para peneliti mengklaim bahwa penggunaan lebah madu berpotensi memudahkan pemantauan mikroorganisme di seluruh kota. Tentu hal ini akan menjadi lebih praktis dan murah daripada metode terdahulu.
Informasi dari sarang lebah
"Sangat penting untuk dapat mengarakterisasi mikrobioma di kota-kota tempat kita tinggal," kata Elizabeth Hénaff, asisten profesor di NYU yang mempelajari bagaimana makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungannya.
Lebih dari separuh populasi dunia tinggal di perkotaan, tetapi lanskap mikroba di lingkungan ini masih kurang dipahami.
Yang diketahui oleh para ilmuwan, bahwa mikroba yang dapat dijumpai di lingkungan perkotaan serta berinteraksi dengan orang-orang bisa sangat berpengaruh pada kesehatan mereka.
Pada tahun 2010, lebah madu di Red Hook, Brooklyn menyerbu daerah pabrik ceri maraschino dan menarik banyak media.
Hal tersebut menginspirasi Hénaff dan rekan-rekannya untuk meluncurkan sebuah studi perintis. Mereka meneliti zat lain yang dibawa lebah madu New York ke sarang mereka.
Para peneliti menyadari bahwa ini mungkin cara yang lebih mudah untuk mengambil sampel mikroba. Mereka membandingkannya dengan sebuah metode menyeka organisme di tiang kereta bawah tanah, trotoar, dan sejenisnya.
Para ilmuwan mengambil sampel madu, lebah mati, dan puing-puing dari tiga sarang lebah di Kota New York. Mereka menemukan beragam data genetik, yang sebagian besar berasal dari puing-puing sarang.
Setelah itu, para peneliti mengumpulkan puing-puing sarang lebah dari peternak lebah di Australia, Italia, dan Jepang, yang masing-masing memiliki ciri khas lokalnya.
Puing-puing sarang lebah dari Venesia didominasi oleh jamur yang biasa ditemukan pada kayu-kayu membusuk di daerah tergenang air.
Di Tokyo, sampel puing-puing sarang lebah mengandung Zygosaccharomyces rouxii, jenis ragi yang digunakan dalam fermentasi kecap. Selain itu, DNA dari patogen Rickettsia felis, yang menyebabkan penyakit demam seperti tifus pada manusia ditemukan pada beberapa sampel dari Tokyo.
Mereka juga menemukan beberapa bakteri penting di dalam sarang lebah di Brooklyn, termasuk spesies yang diketahui dapat mendegradasi bifenil poliklorinasi (PCB).
Tidak mengherankan, para peneliti juga menemukan banyak mikroorganisme yang berpengaruh terhadap lebah selama penelitian mereka. Salah satunya adalah Melissococcus plutonius yang dapat menyebabkan penyakit pada lebah.
Peneliti mengatakan, dengan pengambilan sampel puing-puing sarang lebah “tidak hanya dapat memberikan wawasan tentang kesehatan lingkungan lebah tetapi juga lebah itu sendiri.”
Pembersih Terbang
“Dalam mencari makan setiap hari, lebah madu mencicipi tanah, air, udara, dan semua yang ada di antaranya,” kata Lewis Bartlett, seorang ilmuwan peneliti di University of Georgia yang mempelajari lebah madu dan penyakit menular pada mereka.
"Anda bisa menganggap mereka sebagai lembaran-lembaran kecil Swiffer yang terbang," kata Bartlett. Diksi Swiffer mengacu pada merek bantalan pel pengumpul kotoran.
"Lebah ditutupi dengan rambut-rambut kecil yang mengumpulkan serbuk sari, tetapi rambut-rambut itu juga menangkap partikel yang ada di daerah perkotaan, seperti polutan, bulu binatang dan serangga, serta sejenisnya,” jelas Bartlett, “dan kemudian mereka pulang ke rumah untuk membersihkan diri mereka sendiri agar bersih."
Sementara serbuk sari yang mereka kumpulkan dimanfaatkan dengan baik, yang lainnya berakhir di tumpukan sampah pada bagian bawah sarang.
Baca Juga: Populasi Lebah Kian Terancam Suhu Ekstrem akibat Perubahan Iklim
Baca Juga: Dunia Hewan: Selain Warna, Lebah Gunakan Pola untuk Menemukan Bunga
Baca Juga: Seperti Manusia, Lebah Ternyata Bisa Stres Karena Pekerjaannya
Mengambil sampel kotoran yang dihasilkan oleh lebah madu di daerah perkotaan adalah "cara yang sangat menarik untuk mengambil sampel lingkungan.”
Ia percaya bahwa metode ini memiliki manfaat bukan hanya karena lebah madu adalah pengambil sampel yang sangat baik, tetapi juga karena "peternak lebah cenderung sangat antusias untuk ikut serta dalam penelitian ilmiah."
Lebah untuk masa depan yang lebih baik
Komunitas mikroba di suatu daerah bergantung pada banyak hal, seperti lanskap dan tingkat pembangunan.
"Urbanisasi merupakan salah satu proses lanskap yang paling transformasional di seluruh dunia," kata Christopher Schell, ahli ekologi perkotaan di University of Washington Tacoma, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Menurut Schell, Memahami bagaimana lanskap mikroba diubah oleh urbanisasi, penting bagi semua makhluk hidup, termasuk kesehatan manusia.
"Ada banyak literatur yang menunjukkan bahwa paparan mikrobioma yang beragam merupakan komponen kunci untuk hasil kesehatan yang positif," kata Hénaff.
Kemampuan untuk menentukan keragaman komunitas mikroba di lingkungan yang berbeda "tampaknya sangat penting dari perspektif perencanaan kota, khususnya yang berkaitan dengan keadilan lingkungan," imbuhnya.
Perlu adanya peninjauan lebih lanjut, apakah suatu hari nanti lebah madu akan membantu para ilmuwan dalam mendeteksi penyakit atau perencanaan kota. Namun yang pasti penelitian Hénaff telah menunjukkan janji besar serangga sebagai sampel ilmiah kecil.
Source | : | National Geographic |
Penulis | : | Tri Wahyu Prasetyo |
Editor | : | Warsono |
KOMENTAR