Setiap daerah memiliki ritual dan tradisi unik. Seperti tradisi pernikahan. Melakukan ritual tertentu saat menikah dipercaya bisa membawa keberuntungan bagi pasangan suami istri. Beberapa ritual mungkin tampak aneh bagi kita, tapi itulah yang dipercaya oleh orang-orang di tempat tertentu. Berikut ritual pernikahan yang unik dan menarik dari berbagai tempat di penjuru dunia.
Di Korea, memukul kaki pengantin akan membawa keberuntungan
Di Korea, ada ritual pernikahan kuno dan dihormati yang benar-benar aneh. Bertahan hingga zaman modern, ritual itu menjadi pemandangan umum dalam pernikahan modern.
Setelah akad nikah selesai, mempelai pria tidak bisa langsung pergi bersama mempelai wanita. “Ia harus menjalani satu ritual unik yaitu mendapatkan pukulan-pukulan di kakinya,” tulis Aleksa Vuckovic di laman Ancient Origins.
Pengantin pria harus duduk, kaki diikat dan sepatu serta kaus kaki dilepas. Lalu telapak kakinya dipukuli dengan ikan kuning kering. Terkadang tongkat pun digunakan untuk memukul.
Tujuan pemukulan adalah untuk membawa keberuntungan bagi pengantin baru. Selain itu juga membuat pria menjadi lebih siap menghadapi malam pertama.
Pengantin dan tamu dilarang tersenyum di Kongo
Siapa sangka upacara pernikahan bisa berlalu tanpa kegembiraan atau senyuman? Di Kongo itu adalah bagian penting dari ritual pernikahan kuno. “Orang Kongo menganggap bahwa pernikahan adalah urusan yang sangat serius,” tambah Volkovic. Jadi, saat atau setelah akad nikah, pasangan atau para tamu tidak bisa tersenyum, apalagi tertawa.
Begitu pula saat difoto, pengantin baru tidak bisa tersenyum. Dianggap tidak mungkin untuk menganggap serius upacara jika ada yang tersenyum.
Hanya setelah acara selesai, pasangan itu akhirnya bisa tersenyum! Sejak masa lalu, orang Kongo memandang pernikahan sebagai acara yang serius. Itu karena pasangan harus menghabiskan hidup bersama dan melahirkan anak. Keduanya merupakan tanggung jawab besar.
Suku Maasai di Kenya meludahi mempelai wanita untuk memberi berkat
Menghuni wilayah Danau Besar Afrika, suku Maasai termasuk yang tertua di wilayah tersebut. Hingga kini, mereka berpegang teguh pada tradisi dan kebiasaan kunonya, menjalani gaya hidup yang tidak banyak berubah selama berabad-abad.
Contohnya adalah ritual pernikahannya. Ketika pengantin baru memohon restu dari ayah mempelai wanita, mereka diberkati dengan cara yang aneh. Sang ayah memberkati putrinya dengan meludahi kepala dan dadanya.
Setelah itu, dia pergi dengan suami barunya dan tidak boleh berbalik dalam kondisi apa pun. Jika tidak dia akan berubah menjadi batu.
Meludah adalah ritual penting di kalangan suku Maasai dan menunjukkan rasa hormat yang tinggi. Pedagang meludahi telapak tangan mereka saat berjabat tangan dengan persetujuan. Para tetua memberkati bayi yang baru lahir dengan meludahi mereka.
Di Serbia, pengantin pria menembak apel
Ritual pernikahan yang paling umum di Serbia adalah pengantin pria menembak apel. Saat memasuki pekarangan rumah mempelai wanita, mempelai pria diberikan senapan. Senapan itu harus digunakan untuk menembak apel yang dilempar tinggi.
Itu cara untuk membuktikan bahwa pengantin adalah pria tulen yang cakap dalam berburu. Ritual ini masih dilakukan meskipun hari-hari penggunaan pedang dan senapan sudah lama berlalu.
Semua tamu boleh mencium pengantin di Swedia
Satu kebiasaan pernikahan yang aneh di Swedia adalah berciuman. Jika mempelai pria meninggalkan ruang pernikahan - meski hanya semenit - tamu pria diizinkan untuk mencium mempelai wanita.
Hal yang sama berlaku untuk para wanita di pesta. Jika pengantin wanita pergi, mereka dapat menghujani pengantin pria dengan ciuman. Kebiasaan tersebut diperkirakan berasal dari zaman Nordik.
Di Skotlandia, pengantin dibuat menjadi kotor dan hitam
Di Skotlandia, ritual unik pun dilakukan. Ini disebut menghitamkan mempelai wanita. Pengantin dibaluri dengan telur busuk, susu busuk, hingga lumpur.
Setelah itu, pasangan tersebut diarak, seringkali menempuh jarak yang jauh sehingga mereka makin kotor. Tujuan pasti dari ritual yang benar-benar aneh ini tidak diketahui
Mengusir roh pendendam yang mengganggu di Romawi kuno
Pengiring pengantin sama menariknya dengan pengantin wanita itu sendiri. Seorang pengiring pengantin wanita biasanya berdandan mirip pengantin.
Baca Juga: Lima Mitos yang Jadi Bagian Tidak Terpisahkan dari Peradaban Romawi
Baca Juga: Mayat Hilang di Kota Romawi Kuno Menguap dalam Letusan Vulkanik
Baca Juga: Mosaik Misterius dengan Gambar Medusa Ditemukan di Vila Romawi Kuno
Baca Juga: Guci Kremasi Mengungkap Kisah Pertempuran Gladiator di Inggris Romawi
Tapi pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa semua pengiring pengantin diharuskan berpakaian sama? Jawabannya adalah bagian dari ritual pernikahan kuno dari Romawi kuno. Orang Romawi percaya bahwa mempelai wanita—yang begitu cantik—adalah mangsa bagi roh pendendam yang akan menyakitinya.
Untuk membingungkan roh-roh itu dan mengusir mereka, orang Romawi menciptakan pengiring pengantin dan pakaian mereka yang persis sama. Dengan demikian, roh-roh akan kebingungan dan mempelai wanita akan bebas dari gangguan.
Menari dengan pedang untuk membuat pengantin wanita terkesan di Afganistan
Dalam beberapa budaya, terutama di zaman kuno, pasangan tidak begitu mengenal satu sama lain dengan baik. Ini terutama terlihat dalam budaya di mana perjodohan adalah norma. Hari pernikahan adalah waktu di mana pengantin membuat satu sama lain terkesan dan menciptakan percikan cinta.
Dalam tradisi Afghanistan, pria melakukan tarian pedang yang berani disebut attan. Lewat tarian itu, pria dapat dengan mudah membuat pengantin wanita terkesan.
Penuh liku-liku yang menantang, tarian ini punya akar kuno dan membutuhkan keterampilan hebat dengan pedang.
Karena hanya calon pengantin pria yang paling terampil yang bisa menguasainya, attan adalah cara yang pasti untuk membuat pengantin terkesan dan jatuh cinta.
Ritual unik ini mungkin tampak janggal bagi sebagian orang. Namun itu adalah cara orang dari budaya tertentu untuk memberkati pernikahan. Ritual dan tradisi itu merupakan hal ini yang harus dilestarikan.
Source | : | Ancient Origins |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR