Nationalgeographic.co.id—Ukiran di guci kremasi yang dikenal sebagai vas Colchester yang terkenal, mengungkap kisah pertempuran gladiator di Inggris Romawi selama abad kedua Masehi.
Penggambaran jelas pertarungan gladiator di atas vas tanah liat adalah bukti nyata pertama bahwa para pejuang ini bertarung di Inggris Romawi, demikian temuan penelitian baru.
Vas Colchester sangat dikenal baik oleh para peneliti. Guci itu ditemukan di kuburan era Romawi di Inggris pada tahun 1853 dan menyimpan sisa-sisa kremasi seseorang.
Namun, tidak ada yang diketahui tentang almarhum, dan tidak jelas apakah vas itu dibuat secara lokal atau di benua Eropa, di mana pertarungan gladiator diketahui menghibur penonton di Kekaisaran Romawi.
Sebuah studi yang akan datang, bagaimanapun, telah mengungkapkan bahwa vas itu dibuat dengan tanah liat lokal sebagai suvenir dari pertandingan tertentu pada abad kedua Masehi.
Guci itu memberi para peneliti wawasan yang belum pernah terjadi sebelumnya tentang acara olahraga di pinggiran kekaisaran.
Kota Colchester, tempat vas itu ditemukan, terletak di Inggris tenggara, sekitar 60 mil (100 kilometer) dari London.
Di zaman Romawi, itu dikenal sebagai Camulodunum dan memiliki tiga teater, serta satu-satunya arena pacuan kuda di Inggris. Pada abad kedua M, Camulodunum adalah kota besar dengan industri tembikar yang berkembang pesat.
Berukuran tinggi 9 inci (23 sentimeter) dan berat lebih dari 2,2 pon (1 kilogram), vas Colchester menggambarkan tiga adegan gladiator dengan tiga jenis petarung, yaitu manusia-manusia, manusia-hewan, dan hewan-hewan.
Dalam satu adegan, "bestiarii" (pejuang binatang), berlabel Secundus dan Mario, sedang melawan beruang, sementara di adegan lain, Memnon dan Valentinus bertarung sebagai "secutor" (pengejar) dan "retiarius" (penghadang).
Pertarungan itu menunjukkan seorang pria berbaju besi ringan melawan seseorang dengan trisula dan jaring, sebagai metafora untuk pemancing dan mangsanya.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR