Virus pilek dan flu menyerang tubuh kita melalui lapisan hidung kita. Sebagai respons, sistem kekebalan kita mencoba melawan dengan membuka kotak pandora berisi senyawa kimia peradangan.
Baca Juga: Akhirnya Terjawab, Mengapa Kita Lebih Rentan Sakit saat Cuaca Dingin?
Baca Juga: 9 Hal yang Tanpa Disadari Bisa Memperparah Pilek dan Demam
Baca Juga: Wabah 'Flu Tomat' Misterius Menyebar pada Anak-Anak di India
Prof. Morice selanjutnya menjelaskan bahwa infeksi rhinovirus pada manusia diketahui menimbulkan molekul pro-inflamasi tingkat tinggi, seperti bradikinin (yang terlibat dalam menyebabkan sakit tenggorokan), tachykinin, peptida terkait gen kalsitonin, dan leukotrien.
Meski senyawa-senyawa kimia ini memainkan peran penting dalam pertempuran melawan selesma dan flu, beberapa ilmuwan menunjuk tepat pada molekul-molekul ini sebagai penyebab batuk kita.
Kerusakan pada lapisan sel di saluran udara kita umum terjadi pada infeksi influenza dan mungkin itulah sebabnya kita cenderung mengalami batuk yang lebih parah karena flu ketimbang selesma.
Produksi lendir juga merupakan campuran faktor yang harus disalahkan, karena diketahui dapat merangsang reseptor saraf. Ini membawa kita ke inti dari batuk: ujung saraf di saluran udara kita.
Saraf vagus dan batuk
Batuk adalah refleks saraf, dimediasi oleh saraf vagus. Ujung saraf yang bertanggung jawab, duduk di tingkat laring kita atau lebih rendah di saluran udara kita. Sinyal batuk harus menembus sejauh ini ke saluran napas untuk menimbulkan gejala.
Itu sebabnya pilek yang terbatas pada hidung dan kepala tidak cenderung menyebabkan batuk, jelas Profrdot Ron Eccles, yang sebelumnya adalah direktur Common Cold Center di School of Biosciences di University of Cardiff di Inggris.
Jadi, sepertinya batuk tidak ada manfaatnya bagi diri kita sendiri. “Bentuk batuk yang paling umum disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan atas dan tidak bermanfaat bagi inangnya.”
Yang diuntungkan adalah virus yang menjadi akar dari infeksi kita sejak awal. Mereka membajak batuk untuk menyebar keturunan jahat mereka di antara populasi umum, sementara kita harus membayar harganya dengan batuk lagi.
Kabar baiknya adalah sebagian besar batuk sembuh dalam waktu 3 minggu, meskipun beberapa –dikenal sebagai batuk postviral atau postinfectious– dapat bertahan hingga 8 minggu.
Source | : | Halodoc.com,Medical News Today |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR