Nationalgeographic.co.id—Belakangan ini banyak kasus yang memperlihatkan arogansi anak-anak pejabat, mulai dari anak pejabat pajak hingga kepolisian. Bahkan, sikap arogan anak-anak pejabat yang sebenarnya sudah dewasa itu melibatkan perilaku kekerasan.
Perilaku arogan seperti itu tentu tidak muncul begitu saja. Arogansi ini kemungkinan besar telah tertanam sejak mereka kecil dan terus terbawa hingga dewasa karena tak mendapat didikan yang tepat dari orang tua.
Arogan adalah sikap merasa lebih tinggi, lebih berharga, dan lebih penting dari orang lain. Umumnya, orang dengan sikap arogan percaya bahwa ide, pendapatnya, lebih baik dari orang lain.
Nah, adakah anak-anak yang berperilaku seperti ini? Dijelaskan oleh Rebecca Mansfield—seorang terapis tumbuh kembang anak, guru, dan penulis buku parenting—bahwa anak yang arogan akan berperilaku superior sehingga dijauhi teman-temannya. Tentu hal ini membuat para orang tua resah.
Lanjut Mansfield, seperti dilansir laman Kids Activities, sebagian besar anak yang menunjukkan sifat arogan adalah anak-anak yang cerdas, berbakat, dan percaya diri. Penting untuk dipahami bahwa anak tidak dilahirkan arogam. Artinya ada sebab-sebab yang memicu anak menjadi arogan.
Sifat percaya diri perlu diimbangi dengan kerendahan hati, tulis Mansfield. Jika tidak, muncul arogansi dan meniadakan semua sifat baik yang dimiliki anak. Lantas apa saja anjuran Mansfield untuk para orang tua dalam mengatasi sikap arogan anaknya? Berikut daftarnya, seperti diberitakan VOI.
1. Identifikasi sumber masalah
Dalam mendampingi tumbuh kembang anak, orang tua perlu melakukan retrospeksi. Cobalah pertimbangkan kembali hal-hal yang diberikan kepada anak, antara lain pujian, fasilitas yang memanjakan, dan banjir perhatian.
Orang tua yang terlalu memanjakan anak dengan pujian dan perhatian terkadang membuat anak menjadi arogan. Paling berpotensi bila anak mahir dalam satu bidang tertentu, seperti olahraga atau akademik.
Wajar jika orang tua merasa takjub dengan prestasi anaknya. Namun berikanlah pujian dengan ukuran yang tepat dan perhatian di saat yang tepat agar tidak bertindak arogan, kasar, atau sombong di depan teman sebaya.
2. Bicaralah dengan guru anak tersebut
Jika anak Anda berperilaku arogan di rumah, mereka cenderung menunjukkan perilaku negatif yang sama di sekolah. Jadi bicaralah dengan guru dan pelatih anak untuk memahami ruang lingkup masalahnya secara memadai.
Cobalah berdiskusi dengan guru, buat mereka lebih sabar, dan ajaklah mereka untuk melakukan perbaikan dari sikap arogan itu.
Baca Juga: Anak Pesantren Lekat dengan Budaya Antre Demi Memupuk Sikap Sabar
Baca Juga: Perjalanan Terjal Pribumi Menjadi Pejabat Daerah Hindia Belanda
Baca Juga: Menenangkan Anak Menangis dengan Ponsel Dapat Berdampak Buruk
3. Bicaralah dengan anak secara pribadi
Hindari menegur anak Anda langsung di depan orang lain, sekalipun arogansinya perlu diperbaiki.
Setiap kali Anda melihat anak Anda lebih unggul, ajak mereka membicarakan hal-hal yang seharusnya tidak mereka lakukan. Berikan pesan tegas bahwa arogansi tidak dapat diterima.
4. Berikan contoh
Anak-anak belajar banyak dari apa yang mereka temukan, termasuk cara orang tua membangun hubungan interpersonal dengan orang lain. Anda tidak harus selalu benar atau selalu menang dalam menghadapi orang lain.
Namun Anda perlu menonjolkan bagaimana bersikap sopan, baik hati, dan rendah hati agar anak Anda dapat meniru perilaku positif Anda.
5. Memahami kondisi anak
Dalam banyak kasus, jelas Mansfield, anak-anak menjadi arogan karena merasa rendah diri dan menutupi perasaan tidak mampu mereka dengan menyombongkan kemampuan mereka yang luar biasa di bidang tertentu.
Mereka sering cemburu pada saudara atau teman sekolah yang terlihat memiliki banyak teman dan berinteraksi dengan lebih nyaman.
Mansfield menyarankan, memuji perilaku positif anak dapat membantu menjaga harga diri anak tetap utuh. Cobalah pahami kondisi anak, bantu dia agar tidak lagi arogan, berikan bimbingan dengan lembut tapi tegas dan penuh kasih sayang.
Anda juga bisa melibatkan anak dalam kegiatan membantu orang lain, misalnya. Karena ini adalah cara positif untuk menanamkan kasih sayang sekaligus mengajarinya untuk tidak terlalu mementingkan diri sendiri.
Masa Depan Pengolahan Sampah Elektronik Ada di Tangan Negara-negara Terbelakang?
Source | : | Voi.id |
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR